Senin, Mei 12, 2008

Selamatkan Anak-anak dari Busung Lapar

Oleh Lefidus Malau *

Anak-Anak Kelaparan

Kelaparan yang mengakibatkan gizi buruk dan kurang gizi seperti yang
diderita anak-anak di NTB, NTT, Papua, Lampung dan berbagai wilayah lainnya
bukanlah kejadian yang tiba-tiba muncul di Indonesia. Berbagai survei,
penelitian dan berita media selalu mengulang laporan yang mengungkap kondisi
bayi dan anak balita yang menderita kelaparan di berbagai wilayah .
Tengoklah data BPS tahun 1999, yang menyebutkan bahwa dari total 19.941.528
anak balita yang menderita gizi buruk dan kurang gizi ada sebesar 5.256.587
anak Balita (BPS, Susenas 1989-2000). Pada tahun 1999, dikabarkan tentang
ribuan bayi dan anak balita menderita gizi buruk di Sumatera Barat. Entah
berapa yang menderita busung lapar atau marasmus kwarshiorkor. Kematian
akibat busung lapar juga bukan kejadian yang baru.

Penelitian untuk menyusun desertasi yang dilakukan dr. Saptawati Bardosono
Msc tentang status gizi balita di tiga daerah miskin di Indonesia (pedesaan
Alor-Rote di NTT, Banggai di Sulawesi Tengah dan kawasan miskin) dari
Januari 1999-Januari 2001 menggambarkan buruknya status gizi anak-anak di
Indonesia (Kompas, 21 Februari 2003). Perbandingan antara temuan penelitian
tersebut dengan kondisi anak-anak berbagai negara yang dikenal sebagai
wilayah bencana di bumi ini sangat mengejutkan. Prevalensi wasting
(kurus/rendahnya berat badan terhadap tinggi badan) di semua daerah
penelitian melebihi 20 persen. Kondisi ini jauh lebih buruk dari keadaan di
Afrika Barat (16 persen) dan Asia Tengah bagian Selatan (15 persen) pada
tahun 1996. Menurut WHO, angka kematian akan meningkat secara nyata jika
prevalensi wasting lebih dari persen (5%).

Tingkat keparahan stunting (pendek/rendahnya tinggi badan terhadap usia) di
semua daerah penelitian (tahun 1999-2000) lebih tinggi dibanding kondisi
Kongo saat devaluasi mata uang Afrika tahun 1994. Prevalensi stunting anak
balita di pedesaan Alor-Rote (48 persen) menyamai prevalensi stunting di
Afrika Timur (48 persen) dan melebihi Asia Tengah bagian Selatan (44 persen)
pada tahun 2000. Keadaan Alor-Rote lebih buruk dari setelah kekeringan tahun
1983-1985. Prevalensi stunting kawasan miskin 26 persen dan Banggai
(Sulawesi Tengah) 28 persen. Stunting meningkatkan angka kematian,
menurunkan fungsi kognisi dan intelektual serta meningkatkan resiko penyakit
degeneratif seperti diabetes dan tekanan darah tinggi. Selanjutnya,
prevalensi Anemia anak balita di Alor-Rote (75 persen) mirip Asia Tengah
bagian Selatan. Sedangkan Banggai (52 persen) mirip Afrika Barat (56 persen)
dan (68 persen) polanya antara Afrika Timur dan Asia Tengah Bagian Selatan.
Anemia berkait erat dengan proporsi angka kesakitan anak (infeksi saluran
pernafasan, demam, diare) akibat rendahnya asupan makanan sebagai sumber zat
besi.

Survei Pemantauan Status Gizi dan Kesehatan (Nutrition & Health Surveillance
System) oleh Helen Keller Foundation selama 1998-2002 menunjukkan kenyataan
tentang 10 juta anak balita yang berusia enam bulan hingga lima tahun -
setengah dari populasi anak balita di Indonesia -- menanggung resiko
kekurangan Vitamin A. Disebutkan, makanan anak-anak tersebut sehari-hari di
bawah angka kecukupan Vitamin A yang ditetapkan untuk anak balita, yaitu
350-460 Retino Ekivalen per hari (Kompas, 30 Juli 2003). Anak-anak yang
tidak dicukupi kebutuhan Vitamin A akan mengalami gangguan kesehatan mata,
kemampuan penglihatan, maupun kekebalan tubuhnya. Laporan survei itu lebih
jauh menyatakan bahwa sebagian anak-anak balita itu menderita penyakit mata
dalam stadium lanjut akibat kekurangan Vitamin A, sehingga tidak dapat
disembuhkan. Anak-anak balita tersebut mengalami kerusakan bola mata dari
keratomalasia (sebagian dari hitam mata melunak seperti bubur), ulaserasi
kornea (seluruh bagian hitam mata melunak seperti bubur) hingga kondisi
parah xeroftalmia scars (bola mata mengecil dan mengempis).

Selamatkan Anak-Anak

Berbagai literatur menyatakan bahwa keberadaan wasting, stunting dan anemia
akibat kekurangan asupan makanan yang bergizi pada bayi dan anak balita
adalah bagian dari lingkaran setan kemiskinan dan penyakit infeksi.
Kemiskinan mengakibatkan rendahnya tingkat pendidikan orang tua, buruknya
lingkungan perumahan dan tidak adanya akses terhadap air minum dan sanitasi.
Juga keterbatasan akses terhadap kebutuhan dasar lain dan pelayanan sosial
termasuk pangan, kesehatan dan pendidikan.

Ada sebuah postulasi bahwa keberadaan orang lapar apalagi bayi dan anak
balita busung lapar merupakan pengujian utama terhadap adil dan efektifnya
sistem sosial dan ekonomi di sebuah negara. Demikian mendasar fungsinya,
sehingga melalui sistem pangan masyarakat (produksi - distribusi - konsumsi)
dapat dipakai sebagai jendela untuk memahami sebuah masyarakat. Kelaparan
yang diderita bayi dan anak balita di jelas menunjukkan tidak adil dan
efektifnya sistem sosial dan ekonomi negara Republik Indonesia.

.
Negara bertanggungjawab atas tragedi kemanusiaan ini. Akan tetapi,
bertahun-tahun sudah anak-anak kelaparan dan belum pernah DPR membentuk
Panitia Khusus (Pansus) Kasus Anak Busung Lapar atau Panitia Kerja (Panja)
untuk Anak-anak Kelaparan. Kita tidak dapat mengharapkan para anggota DPR
yang terus sibuk dengan Mukernas, rapat partai, kunjungan kerja, Pilkada dan
Pemilu untuk tertarik mengurus soal anak busung lapar. Kita juga sangat
sulit membayangkan administrasi pemerintah bekerja dalam kerangka organisasi
yang terpadu bergerak cepat mengatasi soal busung lapar. Advokasi masalah
ini pada tingkat kebijakan adalah penting. Menuntut pertanggungjawaban
negara adalah sebuah keharusan. Akan tetapi, jutaan anak-anak yang menderita
lapar tidak dapat menunggu. Sebelum tiba pada penyelesaian di tataran
politik nasional, banyak anak yang menjadi cacat (mental dan fisik) dan
meninggal dalam penantian. Jutaan anak-anak tidak dapat menunggu dibentuknya
Pansus atau Panja atau Tim Pencari Fakta (TPF) Kematian Anak Balita Akibat
Busung Lapar atau BAKORNAS Penangulangan Busung Lapar. Harus ada tindakan,
sekecil atau sesederhana apapun, untuk dapat menolong anak-anak yang
menderita kelaparan.

Promosi Sayuran Hijau

Salah satu cara untuk membantu menyelamatkan bayi dan anak balita dari
kekurangan gizi adalah dengan mempromosikan sayuran daun hijau. Sayuran daun
hijau sudah dikenal sebagai penghasil utama dari segala macam vitamin,
mineral dan protein yang dibutuhkan oleh tubuh. Prof. Dr. Poorwo Soedarmo,
perumus slogan "Empat Sehat Lima Sempurna," dan kawan-kawannya telah membuat
sebuah daftar sederhana sayuran hijau khas Indonesia yang dapat ditanam
dengan mudah: bayam, beluntas, enceng padi, gelang, gedi, gendola, genjer,
jotang, kabak, kacang panjang, kaki kuda, krokot, kangkung, katuk, kemangi,
kelor, labu-labuan, leunca, mangkokan, melinjo, mengkudu, paku sayur,
pepaya, sawi putih, selada air, sesawi, singkong, turi, talas, ubi jalar dan
yute.

Sayuran daun hijau sangat perlu untuk ibu-ibu yang sedang mengandung dan
menysui. Dengan demikian anak dalam kandungan mendapat pasokan gizi yang
baik yang memungkinkan pertumbuhan janin di dalam rahim. Dengan memakan
sayuran daun hijau, Ibu yang sedang menyusui telah memberikan makanan yang
bergizi pada anaknya melalui ASI. Sayuran daun hijau juga harus segera
diberikan pada bayi begitu ia membutuhkan makanan tambahan di luar ASI.
Semangkuk bubur yang dicampur dua genggam sayuran daun hijau dan sepotong
tahu atau tempe cukup memadai sebagai sarapan anak-anak yang telah tumbuh
gigi. Sepiring nasi dengan sayuran daun hijau yang diolah menjadi kuluban,
urap, pecel atau tumis dapat mempertahankan daya hidup dan pertumbuhan anak
balita. Kandungan gizi sayuran daun hijau telah terbukti ribuan tahun
mempertahankan hidup komunitas yang berpantang memakan daging seperti para
pendeta Budha. Kaum vegetarian yang terus berkembang bisa bekerja seperti
sama produktifnya dengan mereka yang memakan daging.

Otonomi Nutrisi

Untuk mendapatkan bahan makanan, terutama sayuran daun hijau, di daerah
pedesaan adalah dengan melakukan otonomi nutrisi. Artinya, penduduk
pedesaan, khususnya petani miskin dengan tanah terbatas harus mengutamakan
tanaman yang dapat memenuhi kebutuhan pangan keluarganya secara langsung.
Setelah makanan keluarga terpenuhi barulah dapat diusahakan produk pertanian
yang akan diniagakan.

Untuk sebagian penduduk pedesaan, persoalan dapat diselesaikan melalui
penggunaan rasional ruang yang ada, sesempit apapun adanya. Penduduk
pedesaan dapat secara berkelanjutan memenuhi kebutuhan bagian penting dari
kebutuhan gizi dengan sayuran daun hijau yang dihasilkan secara langsung di
sekitar rumah. Berbagai proyek telah menunjukkan bahwa tanpa bahan-bahan
dari luar dan dengan biaya yang sangat rendah. Tanah seluas 40 meter persegi
dapat menghasilkan pangan untuk mencukupi kebutuhan anggota keluarga (5
orang) akan mineral dan Vitamin serta 18 % dari jumlah total protein yang
dibutuhkan seperti yang disarankan WHO. Luas tanah kurang dari 100 meter
persegi adalah sangat relevan dengan keadaan penduduk pedesaan di kebun
organik keluarga.

Untuk kawasan perkotaan, model yang diterapkan oleh warga Kampung
Banjarsari, Kelurahan Cilandak, Jakarta Selatan bisa dijadikan contoh
(Kompas, 4 Juni 2005). Warga di kampung tersebut, tepatnya RW 08, berhasil
menata dan menciptakan lingkungan tempat tinggal yang hijau, sejuk dan
nyaman dengan cara yang sangat kreatif. Di sekitar rumah masing-masing,
warga menanam beragam tumbuhan. tanaman produktif, tanaman pelindung,
tanaman hias dan tanaman yang berkhasiat obat. Karena tidak ada lahan untuk
menanam tumbuhan, warga Kampung Banjarsari menggunakan media pot untuk
menanam tanaman. Pot-pot yang digunakan bervariasi dan banyak menggunakan
barang bekas seperti bekas drum sampai bekas air mineral kemasan gelas.
Ribuan tanaman pot ditata sehingga membentuk rerimbunan tanaman.

Usaha seperti itu tidak membutuhkan biaya besar. Di Kampung Banjarsari,
petugas RW bekerjasama dengan dinas pertanian untuk mendapatkan bibit-bibit
tanaman yang murah. Dana untuk membeli bibit dikumpulkan dari iuran warga.
Inisiatif tersebut dapat dikembangkan untuk menghasilkan sayuran daun hijau.
Untuk memperkaya jenis tanaman di kebun organik keluarga, bibit bisa
didapatkan dengan berburu tanaman atau saling tukar bibit antara warga.

Penutup
Sayangnya, tulisan ini kemungkinan besar tidak bisa dibaca oleh kelompok
masyarakat yang sedang dirundung kelaparan: keluarga-keluarga yang sedang
menatap anak-anak mereka yang tergolek lunglai. Para pembaca tulisan ini,
diharapkan dapat membantu sesuai dengan kesempatan dan kemampuan
masing-masing. Para guru sekolah maupun guru agama adalah kelompok yang
paling diharapkan menjadi pendorong bagi keluarga para murid-murid untuk
mengenal dan menghargai sayuran daun hijau sebagai sumber gizi yang utama.
Guru dapat meluangkan sedikit waktu di sela pelajaran untuk bertanya tentang
apa saja yang dimakan para murid dan sekaligus memperkenalkan khasiat
sayuran daun hijau dan bagaimana cara bercocok tanam.

Para ketua RT dan ketua RW yang sangat mengenal warga dan wilayahnya sangat
penting dalam gerakan memakan sayuran hijau untuk menekan kasus kurang gizi
dan gizi buruk. Pertemuan-pertemuan warga dapat diisi dengan mengenal
berbagai sayuran daun hijau dan manfaatnya bagi tubuh.

Urun pikiran di antara para pembaca untuk menolong bayi dan anak balita dari
kekurangan gizi akan mengembangkan berbagai kegiatan. Sambil bekerja kreatif
untuk menolong bayi dan anak balita, kita tetap harus membangun kekuatan
untuk menuntut negara bertanggung jawab atas kelaparan yang dialami jutaan
bayi dan anak balita di Indonesia.

* Penulis adalah bapak rumah tangga, tinggal di Depok dan anggota simpul
JKB. Sekaligus anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul
Jabodetabek. Dapat dihubungi di email: lefidus@yahoo. com

**Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian
atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan
mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus
mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap
pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi
harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau
www.prakarsa- rakyat.org) .

<http://www.prakarsa -rakyat.org> webmaster@prakarsa- rakyat.org

2 komentar:

Lefidus Malau mengatakan...

Tigor, apa kabar

lefi

Anonim mengatakan...

artikel anda bagus dan menarik, artikel anda:

http://orang-tua-anak.infogue.com
http://orang-tua-anak.infogue.com/selamatkan_anak_anak_dari_busung_lapar


anda bisa promosikan artikel anda di infogue.com yang akan berguna untuk semua pembaca. Telah tersedia plugin/ widget vote & kirim berita yang ter-integrasi dengan sekali instalasi mudah bagi pengguna. Salam!