Minggu, Oktober 11, 2009

Jakarta Untuk Semua

Oleh: Azas Tigor Nainggolan



Lebaran tinggal beberapa hari lagi. Arus mudik sudah berlangsung. Kota Jakarta mulai ditinggal oleh penghuninya, para kaum urban (miskin) untuk berlebaran di kampung halaman. Begitulah ritme tahunan kota Jakarta. Setelah berjuang sepanjang tahun, saatnya kembali berkumpul dan berdoa lebaran, mensyukuri seluruh berkat bersama keluarga. Kehadiran dan perjuangan kaum urban miskin ini bukti bahwa kota Jakarta hidup dari mereka. Jakarta tidak bisa memusuhi apalagi menutup diri dari kaum urban, kota Jakarta hidup dan dihidupi oleh kaum urban (miskin).

Coba saja (mungkin mau mencoba) Jakarta menutup diri dan melarang kaum urban (miskin) masuk. Jakarta akan serasa berlebaran terus ... sepi ... lengang ... tak hidup, menjadi kota mati. Realitas hidup kaum urban miskin terus mengajak Jakarta untuk menata diri, tidak melulu mengusur dan menangkapi kaum miskin. Jalan doa terbaik baik bagi Jakarta adalah mengelola kaum urban (miskin) yg menghidupinya sebagai potensi dan sumber hidup.

Ada kebiasaan buruk dan itu sebuah pelanggaran Hak Asasi yang sering dilakukan oleh pemerintah provinsi (Pemprov) Jakarta pada masa-masa mudik lebaran. Saat mudik lebaran, kota Jakarta mulai sepi. Kaum urban miskin meninggalkan rumahnya di kolong jembatan atau di pinggir sungai dan gerobak tempat berjualannya akan dibongkar paksa atau dibakar petugas Trantib. Pembongkaran dan pembakaran paksa itu dilakukan dengan alasan untuk mebersihkan dan menertibkan kota Jakarta. Begitu pula saat arus balik setelah lebaran tiba, aparat pemprov akan melakukan operasi yustisi untuk melarang kaum miskin kembali ke Jakarta. Alasan yang digunakan dalam operasi yustisi adalah operasi KTP untuk mencegah warga kota lain masuk ke Jakarta.

Sebagai warga kota Jakarta tentu akan senang sekali kota tertib dan indah. Tetapi mengapa yang dijadikan sasaran penertiban atau penggusuran untuk memperindah Jakarta selalu adalah kaum miskinnya? Apakah memang kaum miskin itu selalu menjadi masalah Jakarta jadi tidak tertib dan tidak indah? Bukankah kaum miskin dan waga lainnya yang kebetulan berduit dan berjabatan adalah sama-sama manusia. Diciptakan sama tanpa perbedaan hakiki. Mengapa pada perjalanan berikutnya jadi ada pembedaan dan cap negatif (stigma) hanya pada kaum msikin saja di kota ini?

Tidak menjadikan kaum miskin sebagai musuh dan masalah kota ... tapi adalah sebagai hidup kota dan Jakarta harus berpihak untuk semua warganya. Adalah hak setiap warga negara Indonesia untuk datang dan hidup di seluruh wilayah negaranya, termasuk di Jakarta. Kebiasaan menggusur, menangkapi dan memusuhi dan melarang kaum miskin hidup di Jakarta adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia. Kebiasaan mengancam dan menutup kota Jakarta dari kedatangan warga kota lain (kaum urban-miskin) juga adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Membongkar dan membakar tempat usaha para pedagang Kaki lima (PKL) atau tempat tinggal kaum urban miskin saat sedang mudik berlebaran adalah pelanggaran Hak Asasi Mansuia. Jadi tindakan menggusur dan membakar tempat usaha PKL setiap masa mudik lebaran setiap tahun itu harus dihentikan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) harus bisa menghentikan semua tindakan yang melanggar HAM di negeri ini, termasuk juga tindakan yang memusuhi, menilai begatif, menggusur, membakar kehidupan kaum urban miskin kota Jakarta oleh pemerintah kotanya.

Jika tindakan pelanggaran Hak Asasi ini masih berlangsung saat mudik lebaran nanti maka Komnas HAM patut dipertanyakan eksistensinya. Atau dapat dikatakan Komnas HAM tidak berguna dan tak ada gunanya untuk warga negara Indonesia. Memang kedengarannya sinis tapi memang begitulah seharusnya. Komnas HAM dibentuk dan dibiayai oleh uang warga .. rakyat Indonesia, sudah selayaknya dan seharusnya bekerja sekuat tenaga untuk melindungi Hak Asasi semua warga negara termasuk warga Jakarta. Apa lagi kejadian membongkar dan membakar saat musim mudik lebaran itu terjadi setiap tahun dan di depan mata atau di depan kantor Komnas HAM sendiri, di Jakarta. Komnas HAM tidak bisa berkata tapi atau membuat alasan untuk lari dari tanggung jawab ini. Hak Asasi adalah satu, tidak boleh ditawar-tawar. Hak Asasi adalah kehidupan yang diberikan Sang Pencipta untuk kemuliaan manusia ciptaanNya, jadi bersifat universal dan melekat di seluruh manusia.

Mari bangun dan jadikan negara ini sunguh-sungguh menghormati hak-hak warga negaranya. Juga mari jadikan kota Jakarta kota yang menghormati hak setiap warganya. Jadikan moment lebaran ini sebagai kesempatan Jakarta berubah. Tidak lagi menjadikan Jakarta kota yang memusuhi, menggusur dan menolak warganya yang miskin. Lebaran adalah doa dan kesempatan membangun komimen perubahan. Saatnya di lebaran ini Jakarta membangun komitmen baru yakni berpihak pada warganya yang miskin dan tertindas. Jadikan lebaran sebagai kesempatan membangun niat suci, Jakarta untuk semua. Misi kita adalah membantu dan menghormati hak-hak semua orang terutama hak-hak saudara kita yang miskin dan selama ini selalu ditindas serta dilupakan. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430 H, Mohon Maaf Lahir dan Bathin.



Jakarta, 17 Sepetmber 2009
Azas Tigor Nainggolan
Penulis adalah Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Advokat Publik untuk warga miskin di Jakarta dan tinggal di Jakarta. Kontak email: azastigor@yahoo.com, telepon: 08159977041