Jumat, Mei 29, 2009

Jargon SBY Berbudi diganti, kenapa?

Mengapa Jargon SBY Berbudi diganti? Mau tau?

Ternyata alasan “Mengapa Jargon SBY Berbudi diganti” sangatlah menarik. Coba Anda simak penjelasan berikut di bwah ini :

Tim sukses SBY sdg pusing mengadakan pembenahan di Palembang, alasannya :

Ketika mereka mengajukan jargon “SBY berbudi”, mereka tidak memikirkan kalo di palembang arti kata Budi = Menipu/berbohong

Jadi artinya SBY berbudi = SBY berbohong … sehingga slogan2 di
Palembang yg naik cetak harus di batalkan semua! Jika itu terjadi SBY bisa mengubah Tim Sukses-nya menjadi Tim Suksesi! Gawatkan?!

Oleh karena itulah org Palembang lebih suka SBY berpasangan dgn Hata
Rajasa agar jargonnya jadi “SBY berjasa”!

Tetapi masih untung SBY tdk berpasangan dgn Salahudin krn jargonnya
jadi “SBY bersalah”!

Dan juga PAN tdk mengajukan ketumnya Sutrisno Bahir karena jadi “SBY berahir”!

Tapi siapapun “ber sama nya, tetap SBY depannya” ….

termasuk Rani kalo jadi cawapres menjadi SBY berani.

Tapi ada sedikit perubahan dalam slogannya SBY, yang selama ini
menggunakan jargon ‘LANJUTKAN’ ternyata sejak JK hilang berubah
menjadi ‘LANUTAN’…….

Demikian sekilas info!

Selasa, Mei 26, 2009

Azas Tigor Nainggolan

Oleh: Hotman J Lumban Gaol
19 Mei 2009.

Azas Tigor Nainggolan, biasa dipanggil kawan-kawan biasa memanggil saya dengan Tigor, ada juga yang memanggil Jambul atau ada juga yang memanggil Astina. Saya dilahirkan di kota Medan pada 9 Pebruari 1965. Isteri saya bernama Maria Agatha Tiarlin Apridawati Sibuea. Anak saya sudah dua, nomor satu bernama Ignatius Stefanus Manogi Kevin Azas Nainggolan (6 Maret 1997) dan nomor dua Yoseph Madeliano Tua Gabe Azas Nainggolan (9 Pebruari 2002. Sehari-hari, selain aktif di Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), saya bekerja dan membuka praktek sebagai Advokat Publik bersama beberapa rekan lainnya. Kawan-kawan bisa mengontak saya melalui email azastigor@yahoo.com atau HP: 08159977041
1. Nama: Azas Tigor Nainggolan, SH, MSi
2. Tempat dan Tanggal Lahir: Medan, 9 Pebruari 1965
3. Alamat tempat tinggal: Jl. Bunga Dalam II No:4, Matraman,
Jakarta Timur 13140,
Mobile Phone: 08159977041,
email: azastigor@yahoo.com,
4. Jenis kelamin: Laki-laki
5. Status perkawinan: Sudah kawin
6. Pekerjaan: Advokat di Kantor Hukum TMA dan Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA)
7. Riwayat Pendidikan:
• S1 Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Jurusan Hukum Internasional Universitas Kristen Indonesia pada tahun 1989
• Master Ilmu Politik dari Universitas Nasional, Jakarta, 2004.
8. Riwayat Pekerjaan:
• Tahun 1989-2003, bekerja di Institut Sosial Jakarta (ISJ), mulai dari menjadi pendamping lapangan, Kordinator Biro Penggorganisasian, Kordinator Presidium Pengurus ISJ hingga ISJ dibubarkan.
9. Pengalaman Organisasi:
• Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Tahun 2000-Sekarang
• Kordinator Koalisi Warga Untuk Transportasi (KAWAT) Jakarta, Tahun 2003-Sekarang
• Kordinator Komite Pembela Kebebasan Pers (KPKP), Tahun 2000 sampai sekarang
• Kordinator Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta Tahun 1998-2002
• Kordinator Divisi Advokasi Tim Relawan untuk Kemanusiaa (TRuK), Tahun 1996-2001
• Pendiri Lembaga Debt Watch Indonesia
• Pendiri Aliansi Aktivis Lingkungan Hidup Indonesia (ALIANSI)
• Pendiri dan anggota Badan Pembina Public Interest Enviromental Lawyers (PIELs) atau Asosiasi Advokat Publik berperspektif Lingkungan, Tahun 2003-Sekarang
• Pendiri dan Advokat di Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Tahun 2003-Sekarang
• Anggota Tim Penyusunan Konsep dan Tata Organisasi Dewan Transportasi Kota (DTK) Jakarta, Tahun 2004
• Anggota Badan Pengawas LBH Pers, Tahun 2004-2007
• Ketua DPD Perguruan Karate GOKASI Jakarta, Tahun 2005-2009
• Menjadi anggota di Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) sejak tahun 2004
• Bendahara Eksekutif Board INFID, 2005-2008
• Menjadi Pengurus pada Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Perantau Konfrensi Wali Gereja di Indonesia (KPMP KWI) tahun 2006 hingga sekarang
• Menjadi Wakil Ketua Tim Seleksi Anggota Dewan Transportasi Jakarta (DTK-J) tahun 2007
• Menjadi Kordinator Jaringan Masyarakat Indonesia untuk Perubahan Iklim, sejak Juni 2008 hingga sekarang


10. Aktivitas lain:
• Menulis tentang masalah-masalah Perkotaan, Transportasi dan Hak Azasi Manusia di berbagai Media Massa di Jakarta serta Majalah Ilmiah
• Melakukan penelitian tentang Hubungan Rasa Aman dan Tingkat Keinginan Memperbaiki Pemukiman Warga Miskin di Pemukiman Warga Miskin Penas Tanggul, Jakarta Timur, 1996
• Menjadi peneliti dan penulis pada pembuatan buku Konflik Pertanahan Pada Kasus Lingkungan di Indonesia, 1997
• Menjadi salah satu anggota Tim Investigasi Kasus Pelanggaran HAM masyarakat tambang di Kalimantan Timur, 1999-2000
• Menjadi salah satu penulis dalam buku berjudul “Penggusuran Pemukiman Miskin, Sebuah Potret Konflik Pertanahan di Jakarta” yang diterbitkan oleh Institut Sosial Jakarta, 2002
• Menjadi salah satu penulis dalam buku berjudul “Bunga Trotoar, Sebuah Potret Kehidupan Pedagang Kaki Lima di Jakarta”, diterbitkan oleh Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), 2003
• Menjadi salah satu penulis buku tentang Alternatif Penyelesaian Kasus Penggusuran di Jakarta, studi kasus di Kemayoran Jakarta Pusat, diterbitkan oleh Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), 2005
• Melakukan Penelitian tentang Pendapatan Parkir On Street Jakarta bersama FAKTA, 2006
• Memberikan dan menjadi fasilitator pada berbagai Pelatihan Analisa Sosial dan Advokasi Hak Azasi Manusia
• Menjadi salah satu nara-sumber pada acara Roundtable Discussion Peluncuran Laporan Regional Commission on Legal Empowerment of the Poor (CLEP) yang diadakan di Kantor Sekretariat ASEAN tanggal 3 Juli 2008.
• Menjadi salah satu nara-sumber pada acara Lokakarya Hak Azasi Manusia yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Azasi Manusia pada 8-11 Juli 2008 di Jakarta dengan tema “10 Tahun Reformasi: Quo Vadis Pemajuan dan Penegakan HAM di Indonesia”.
• Pada tahun 2009 Menulis Buku “Bubernur Bela Warga: Hasil Survey Persepsi Warga Jakarta Terhadap Kinerja Gubernur DKI Jakarta Tahun 2008”

Tigor: Teguh Membela yang Tersingkirkan
Bagi Azas Tigor Nainggolan, 44 tahun, Jakarta belum menjadi kota yang nyaman bagi warganya. Tiap hari terjadi pengusuran. Terjadi perang antara pemerintah kota dengan warganya sendiri. Cara apa pun ditempuh oleh pemerintah kota untuk menggusur warganya yang miskin. Tidak ada ruang untuk orang miskin di Jakarta. Inilah potret buram Ibu Kota Republik ini.
Untuk mewujudkan Jakarta yang adil bagi warganya, terutama mereka yang tersingkirkan dari kehidupan yang layak, Tigor bersama teman-temanya, pengacara publik, mendirikan FAKTA (Forum Warga Kota Jakarta). ”Jakarta harus dibangun seperti membangunan Samosir sana,” katanya di ruang kantornya yang terletak di Kalimalang. Dia menjadi nakhoda organisasi nirlaba ini sejak berdiri tahun 2000. Lembaga non-pemerintah tersebut memberikan perhatian pada nasib masyarakat miskin kota, dan berkeinginan untuk mengawasi pemerintah kota dalam menjalankan kebijakan.
”Sejak zaman Belanda, Jakarta hanya untuk mencari keuntungan semata, tidak berpikir untuk membangun kota. Warga miskin tak bisa menikmati Sungai Ciliwung dan tidak boleh berada di tengah kota. Sekarang itu juga yang terjadi. Orang miskin tidak pernah bisa menikmati Jakarta,” katanya.
Pada usia sembilan tahun, FAKTA telah banyak melakukan advokasi untuk membela warga kota, dalam bentuk gugatan publik, gugatan legal standing, gugatan kekerasan terhadap wartawan yang ditujukan terhadap Gubernur Jakarta. Pernaha melancarkan gugatan class action berkaitan dengan banjir Jakarta tahun 2002 terhadap Gubernur Jakarta dan beberapa lagi yang lain, yang berpihak terhadap mereka yang secara kasat mata dirugikan.
FAKTA tidak cukup hanya dengan kata-kata keras dalam membela yang tersingkir. Dia dilengkapi dengan radio komunitas bernama Radio Suara Warga Jakarta, disikangkat SWJ, mengudara di gelombang 96,9 FM. Radio yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan dikelola oleh masyarakat. Radio ini bekerja mulai dari pukul 11 pagi hingga pukul 18 sore. Selain itu, FAKTA juga mendirikan perpustakaan mobil baca yang diperuntukkan bagi penduduk kampung miskin Rorotan, Jakarta Utara.
Bagi pria kelahiran Medan, 9 Pebruari 1965, ini hidup adalah pengabdian demi kota Jakarta yang lebih baik, lebih memperhatikan mereka yang kurang beruntung. Tigor! Begitulah teman-temannya biasa memanggilnya. Panggilan itu diucapkandengan hangat, karena mereka sadar bahwa nama itu berarti lurus tidak bengkok. Namum, ada juga yang memanggilnya dengan intim, Jambul, atau yang terdengar agak romantis, Astina, singkatan dari Azas Tigor Nainggolan.


Dia pernah mengenyam pendidikan di Universitas Kristen Indonesia dan Universitas Nasional untuk bidang hukum dan politik. Dia memulai debutnya di Institut Sosial Jakarta (ISJ) sebagai pendamping lapangan, kemudian koordinator biro penggorganisasian, dan duduk sebagai koordinator Presidium Pengurus ISJ. Ketika masih remaja, dia pernah manjadi ketua Karang Taruna di Palmeriam, Jakarta Timur. Tigor menikah dengan Maria Agatha Tiarlin Apridawati Sibuea, dan Tuhan menganugerahkan dua anak laki-laki bagi pasangan ini, Ignatius Stefanus Manogi Kevin Azas Nainggolan, 12 tahun, dan Yoseph Madeliano Tua Gabe Azas Nainggolan, 7 tahun.
Tidak Sekedar Mengkritik


”Jakarta ini banyak persoalan. Transfortasi Jakarta juga salah urus. Kita tidak memaki, mengkritik, tetapi menawarkan solusi. Orang Jakarta terlalu banyak yang mengkritik, tetapi tidak banyak yang memberikan solusi. Seharusnya kita aktif sebagai warga Jakarta, harus berperan mengontrol. Mengkritik perlu, tetapi juga harus memberikan solusi. Di Jakarta sangat banyak warga tidak punya akte kelahiran. Kita bekerja sama dengan pemerintah kota untuk membuat akte kelahiran,” katanya menjelaskan.


“Jakarta memang sudah tidak sehat, kota sepadat Jakarta seharunya memiliki 30 persen ruang hijau. Sekarang ruang hijaunya tinggal 7,2 persen. Biaya operasional pemerintah 80 persen, sementara buat pembangunan masyarakat cuma 20 persen. Itu pun buat rakyat miskin tinggal beberapa persen saja,” Tigor mengeluh.
Selain masalah kemacatan, banjir, dan tata ruang yang amburadul, masih banyak masalah lain yang membebani Jakarta. “Megamal Pluit,” katanya mengambil satu contoh. ”Itu dulu daerah resapan air. Begitu juga Mal Taman Anggrek, Plaza Senayan, Cibubur Junction, dan Tamini Square. Dampaknya bukan cuma pada lingkungan, tapi juga banyak pedagang kecil yang kehilangan penghasilan,” katanya membela orang-orang yang sudah dia niatkan untuk dibela.


Di banyak kota di Amerika Latin, katanya mengambil contoh, yang kondisinya mirip dengan Jakarta, warganya dilibatkan dalam penyusunan anggaran pemerintah. ”Dalam anggaran itu, 60 persen biaya pembangunan langsung ke masyarakat dan 40 persen untuk operasional.”


Dia juga melancarkan kritik terhadap peraturan daerah yang tidak tegas pelaksanaannya. Katanya, pemerintah DKI tidak sepenuh hati menerapkan peraturan tentang peraturan larangan merokok. Padahal, saat ini komnsumsi rokok masyarakat Indonesia sangat tinggi, mencapai 220 miliar dalam setahun. Tak tahan melihat peraturan yang tidak jalan, Tigor Nainggolan menggugat pemerintah dan DPR di pengadilan negeri (PN) Jakarta Pusat. Gugatan tersebut diajukan bersama empat organisasi, yakni Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Forum Warga Kota Jakarta, Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), dan Koalisi untuk Indonesia Sehat (KuIS).


Pembiaran kejahatan rokok merugikan masyarakat. Memang, dari rokok, negara mendapat uang pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPH) sebesar Rp 32 triliun per tahun. Tetapi, akibat dampak rokok, negara mengeluarkan biaya pengobatan sangat besar, Rp 127 triliun per tahun.


Menurut Tigor, sesuai data survei yang mereka lakukan, dampak merokok bagi kesehatan dan kesejahteraan rumah tangga Indonesia sangat memprihatinkan. Masyarakat yang berpenghasilan rendah membelanjakan sekitar 12 persen pendapatannya untuk membeli rokok, bahkan dua per tiga penerima bantuan langsung tunai (BLT) membelanjakan lebih besar untuk membeli rokok.


Masalah yustisi juga tidak luput dari perhatiannya. Berdasarkan Perda DKI No 4/2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, pendatang yang melanggar izin kependudukan akan dikenakan sanksi pidana kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp5 juta.
Setiap tahun setelah lebaran biasanya pemda DKI Jakarta memberlakukan Operasi Yustisi Kependudukan (OYK), di tempat-tempat pintu masuk kedatangan, seperti terminal atau stasiun dan juga tempat lainnya, termasuk apartemen, rumah kontrakan atau tempat kos.


Soal kemacatan lalulintas katanya, kerugian yang diakibatkannya mencapai Rp 43 triliun setahun, lebih besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah DKI Jakarta tahun 2007, yang hanya sekitar Rp 20 triliun.
Belum lagi masalah busway yang sejak awal disiapkan untuk membantu mengatasi kemacatan nyatanya justru semakin membuat lalu-lintas tersendat-sendat. Tak jarang berhenti sama sekali selama lebih dari satu jam, terutama di jam-jam sibuk. Busway juga tak berhasil mengajak orang yang berkendaraan pribadi untuk beralih naik angkutan umum. “Satu-satunya moda tranfortasi yang layak adalah busway. Tetapi, sekarang tidak layak lagi, orang harus berduyun-duyun sampai satu jam di halte. Padahal dulu hanya 15 menit. Sekarang busway tidak layak lagi,” ujar Tigor. Dari sekian banyak kedudukan yang dijabatrnya, Tigor adalah juga Wakil Ketua Tim Seleksi Anggota Dewan Transportasi Jakarta.


“Pada jam sibuk, busway selalu penuh dan datangnya tak tentu, padahal janjinya dulu akan selalu ada setiap lima sampai sepuluh menit,” katanya..
Tahun 2003, dia diundang satu lembaga swadaya masyarakat di Amerika Serikat untuk melakukan studi tentang busway di Bogota, Kolumbia. Rupayanya Kolombia yang menjadi refrensi Jakarta untuk membangun busway.


Tigor juga ikut mendirikan Aliansi Aktivis Lingkungan Hidup Indonesia (ALIANSI), dia juga anggota Badan Pembina Publik Interest Enviromental Lawyers (PIELs) atau Asosiasi Advokat Publik berperspektif Lingkungan, sejak tahun 2003 hingga sekarang.
Untuk menyeimbangkan kehidupan rohani dan jasmani, dia menjadi pengurus pada Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Perantau Konfrensi Wali Gereja di Indonesia (KPMP KWI) sejak tahun 2006 hingga sekarang. Dia juga aktif dalam pengurusan olahraga belahdiri sebagai Ketua DPD Perguruan Karate GOKASI Jakarta.


Mendirikan LBH Pers
Dia selalu terdepan dalam membela kaum tertindas. Termasuk media yang mendapat tekanan karena pemberitaan menjadi perhatian Tigor. Dan itulah mendorongnya mendirikan Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), dan juga menjadi advokat. Selain itu, dia juga anggota Tim Penyusunan Konsep dan Tata Organisasi Dewan Transportasi Kota (DTK) Jakarta, Anggota Badan Pengawas LBH Pers, tahun 2004-2007.
Sebagai orang yang telah mengabdikan dirinya pada dunia LSM, Tigor kerapkali memberikan pendampingan pada kaum tertindas, dan menjadi fasilitator pada berbagai pelatihan analisa sosial dan advokasi hak-hak asasi manusia. ”Saya selalu membela kaum tertindas di Jakarta. Ada kepuasan tersendiri,” ujar anggota Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), ini.


Tigor tidak hanya seorang aktivis LSM, tetapi orang yang selalu belajar setiap saat. Kadar intelektualnya diasah dengan membaca. Di ruang kerjanya, ratusan buku tersusun rapi.


Tak jarang dia diundang sebagai narasumber dari berbagai hal. Salah satu adalah nara-sumber pada acara lokakarya Hak-hak Asasi Manusia yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia dengan tema “10 Tahun Reformasi: Quo Vadis Pemajuan dan Penegakan HAM di Indonesia.”


Kepedualiannya terhadap HAM mendorongnya ingin menjadi anggota Komnas HAM. Saat pergantian pengurus di tubuh Komnas HAM. A 176 calon yang mengajukan diri menjadi anggota Komnas HAM untuk periode 2007-2012, Tigor bersaing dengan Adrianus Eliasta Meliala, yang selama ini dikenal sebagai kriminolog, dan Johnson Panjaitan, temannya satu alumni di Fakultas Hukum UKI. Sayang, Tigor Nainggolan belum terpilih menjadi anggota Komnas HAM.


Disela-sela kesibukannya memimpin FAKTA, Tigor juga masih sempat menulis buku. Sudah lima buku ditulisnya terkait masalah Jakarta berjudul ”Konflik Pertanahan Pada Kasus Lingkungan di Indonesia,” dan satu lagi mengenai perparkiran. Tigor juga menulis buku mengenai penggusuran pemukiman miskin dan kaitannya dengan konflik pertanahan di Jakarta, diterbitkan oleh Institut Sosial Jakarta.


Membela Miskin Kota
Saat ini warga miskin Jakarta berjumlah 60% dari total jumlah penduduk. Bagi Tigor, pemerintah harus mengimplementasikan semua hak masyarakat yang terdapat dalam Kovenan Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia, untuk mengatasi kemiskinan.


Tigor menilai, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan yang berorientasi pada kepentingan rakyat dalam memberikan jaminan sosial.Katanya, bantuan langsung tunai yang diberikan kepada masyarakat miskin sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak, bukan memberikan solusi.
Untuk semua perhatian dan pengabdiannya terhadap Jakarta, Tigor tidak mendapat dukungan, malah diganjar masuk bui. Teror tidak membuatnya jera. ”Istriku sudah biasa menerima hal itu sebagai resiko dari pilihan hidup. Berjuang untuk orang lain itu perlu pengorbanan.”


Katanya mengisahkan perjalanan hidupnya: ”Saat itu kami demo anti militerisme, di Sarinah, tahun 1999. Saya ditembak. Pantat dan tangan kena. Tetapi, tidak membuat saya trauma. Saya terus berjuang untuk orang miskin. Di tangkap sudah sering, juga ditahan dan dipenjarakan. Di Cianjur, ditangkap karena membela petani. Karena melaporkan Sutiyoso, saya dijebloskan ke penjara,” ujarnya tanpa menunjukkan penyesalan. *** Hotman J Lumban Gaol