Sabtu, September 12, 2009

Minusnya Kemauan Pemprov Jakarta Menegakan Aturan Kawasan Dilarang Merokok

Oleh: Azas Tigor Nainggolan



Kota Jakarta sudah terlanjur parah persoalan polusi udaranya. Baik itu polusi di luar ruangan (out door) maupun di dalam ruangan (in door) agar warga Jakarta terlindung haknya untuk mendapatkan hak atas udara yang bersih. Tanpa udara yang bersih setiap orang tidak akan hidup sehat dan tidak dapat berkembang secara wajar. Persoalan pencemaran inilah yang melatar-belakangi pemerintah provinsi (Pemprov) Jakarta mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No: 5 Tahun 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara (PPU). Secara khusus juga untuk mengendalikan pencemaran udara di dalam ruang akibat asap rokok Pemprov Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor: 75 Tahun 2005 Tentang Kawasan Dilarang Merokok. Pergub ini dikeluarkan sebagai aturan pelaksana atas Perda Nomor: 5 Tahun 2005. Diharapkan melalui penerapan atau penegakan Pergub Kawasan Dilarang Merokok (KDM) ini warga Jakarta bisa terlindungi haknya agar mendapatkan hak atas udara yang bersih di dalam ruang publik.

Seperti kita ketahui bahwa asap rokok bukan saja mengganggu perokoknya saja tetapi orang-orang yang saat itu berada disekitar perokok (perokok pasif) saat merokok. Untuk itulah secara khusus di dalam Perda No: 5 tentang PPU dan Pergub No: 75 tentang KDM mengatur dan melindungi orang agar tidak menjadi perokok pasif ketika di tempat atau di ruang publik. Baik Perda No: 5 dan Pergub KDM mengatur bahwa ada 7 kawasan dilarang merokok yakni Di tempat pelayanan kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat ibadah, tempat bermain anak, angkutan umum, tempat bekerja dan tempat umum. Diatur pula bahwa di 5 tempat pertama di atas pihak pengelola tempat atau ruang umum tidak diwajibkan menyediakan tempat merokok. Sedangkan di tempat umum dan tempat bekerja diatur bahwa pngelola kawasannya diwajibkan menyediakan tempat merokok.

Kedua aturan tentang kawasan dilarang merokok ini sudah sekitar 4 tahun usianya tetapi belum juga diberlakukan atau ditegakkan secara benar. Lihat saja di sekitar kita tetap dan terus saja semua orang bebas merokok. Para perokok tidak peduli dengan kepentingan orang di sekitarnya. Para perokok tidak peduli mencemari udara penuh dengan racun rokok. Mereka juga tidak peduli bahwa ada aturan yang membatasi agar para perokok tidak merokok di sembarang tempat. Memang buruk sekali nasib si perokok pasif, sakit, terganggu dan terus belum dilindungi. Kondisi seperti ini tentunya tidak boleh dibiarkan. Penegakan aturan untuk melindungi si perokok pasif, atau yang dikenal dengan aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), atau smoke free area harus dilindungi. Padahal regulasi, ketentuan tentang KTR atau KDM selain di akomodir atau diatur dalam Perda No: 5 dan Pergub No: 75 tahun 2005 juga telah diakomodasi oleh Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan (Pasal 22-25). Peraturan dalam PP No: 19 ini menegaskan bahwa tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok (Pasal 22). Untuk mewujudkan kepentingan itu maka pasal 25 PP No: 19 ini juga menegaskan bahwa pemerintah daerah wajib mewujudkan kawasan tanpa rokok, di daerahnya masingh-masing.

Sebenarnya kota Jakarta adalah kota atau daerah yang pertama kali mengatur tentang ketentuan KTR atau KDM melalui Perdanya No. 5 Tahun 2005 tentang PPU dan Perda No: 75 tahun 2005 tentang KDM. Tetapi dalam perjalanannya, keseriusan Pemprov DKI Jakarta untuk menegakan aturan KTR, perlu dipertanyakan. Beberapa hasil penelitian yang pernah kami dari Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) lakukan menunjukkan hasil bahwa penegakan aturan KTR atau KDM nyaris tak tidak perubahan. Berbagai ruang atau tempat publik yang merupakan KDM tetap saja para perokok bebas merokok. Hasil penelitian kami pada tahun 2006 mendapatkan 50% dari 60 mal yang disurvei masih melanggar KDM. Begitu pula pada tahun 2008 kami mendapat dalam penelitian bahwa 130 kantor Pemerintah di Jakarta (baik kantor pemerintah nasional maupun kantor Pemprov Jakarta) masih melanggar KDM. Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa pelanggaran tertinggi (74%) justru dilakukan oleh pegawai negeri sipil (PNS) dari kantor-kantor itu.

Begitu pula dengan kawasan lain yang masuk dalam KDM masih terus terjadi pelanggaran. Entah itu pelanggaran yang dilakukan oleh perokoknya atau juga pihak pengelola kawasan yang tidak melakukan penegakan aturan KDM. Lihat saja di tempat belajar mengajar masih banyak orang bahkan gurunya merokok di dalam kawasan tersebut. Coba juga kita berkunjung ke ITC Kuningan Jakarta Selatan dan naik ke lantai tiganya. Semua ruangan dipenuhi perokok dan asap rokok. Tidak ada upaya dari pengelolanya untuk melarang dan menegakan aturan mal sebagai KDM. Juga di dalam kendaraan umum, para sopirnya bebas dan seenaknya merokok walau penumpangnya sudah menutup hidung serta menengurnya. Menyikap minusnya penegakan aturan dan masih banyaknya pelanggaran KDM, Pemprov Jakarta harus lebih peduli dalam penagakan aturan KDM. Setidak ada beberapa langkah penting yang dapat dilakukan pihak aparat Pemprov dalam menegakan aturan KDM atau KTR, seperti:
• Merevisi aturan yang menjadi dasar hukum kebijakan 100% atau total tanpa asap rokok di Jakarta
• Membuat pemahaman yang sebagai implementasi aturan yang ada
• Membangun penegakkan Hukum KDM yang berorientasi pada pendekatan lebih tidak efektif berdampak struktural.

Belum adanya penerapan ruang atau lingkungan total bebas asap rokok ini masih
terlihat dalam aturan yang ada. Masih ada aturan yang menetapkan bahwa pengelola tempat atau kawasan tempat umum dan tempat bekerja wajib menyediakan tempat merokok bagi perokok. Sementara itu di 5 tempat lainnya Pemprov Jakarta tidak mewajibkan pengelola ruang untuk megadakan kawasan atau tempat merokok. Ketidak-tegasan dalam membangun kawasan yang total bebas rokok ini menunjukkan bahwa pembuat kebijakan tidak memahami secara baik bahwa udara bersih itu adalah sebuah hak. Bagi para pengelola ruang atau kawasan tempat kerja yang ingin memberikan lingkungan yang sehat, total bebas asap rokok dan tidak mau menyediakan tempat merokok akan memiliki masalah. Para pengelola yang sehat dan maju seperti itu akan menjadi pesakitan hukum karena dianggap melanggar hukum , tidak menyediakan tempat merokok.

Adanya dua jenis pemahaman dan pendekatan kebijakan yang digunakan untuk membangun Jakarta bebas asap rokok seperti dia atas harus segera diselesaikan. Jika memang ingin membebaskan Jakarta dari asap rokok maka tidak perlu ada toleransi bagi perokok. Tidak perlu juga ada kewajiban menyediakan ruang bagi perokok, rokok dan perusahaan rokok di kota ini. Pihak pemerintah atau aturan yang ada seharusnya membebaskan secara total KDM dari kewajiban menyediakan tempat merokok. Artinya harus ada revisi kebijakan yang berangkat dari dua pendekatan yang berlawanan menjadi satu kebijakan. Tidak juga memberikan tafsir lain tentang KDM. Apabila memang ingin memberi udara sehat bagi warganya maka kota Jakarta tidak perlu memberi toleransi ruang bagi rokok, perokok atau iklan rokok di ruang Jakarta. Kita harus berani membangun Jakarta bebas dari asap rokok, produk rokok dan keterlibatan perusahaan rokok di Jakarta.

Begitulah dalam waktu yang singkat dapat dilakukan oleh Pemprov Jakarta adalah membangun kemauan menegakkan aturan KDM seluruh fungsinal di seluruh sektor Pemprov. Tanpa kemauan dari pihak aparatur Pemprov maka dapat diramalkan aturan KDM ini akan mandul dan membusuk, akhirnya tidak jalan sama sekali. Perkembangan saat ini saja Jakarta sebagai pionir dalam membuat kebijakan KDM tetapi terbelakang dalam pelaksanaan dan penegakannya. Dalam penegakan aturan KDM juga diperlukan keberanian menindak para pengelola atau pemilik kawasan yang masuk dalam katagori KDM. Lucu saja rasanya, ada perokok yang merokok semabarangan dan melanggar KDM. Tetapi tidak satu pun pengelola atau pemilik kawasan yang ditindak karena membiarkan perokok sembarangan di kawasannya. Kesadaran dan kemauan menegakan setiap aturan harus dimiliki semua aparatur Pemprov agar warganya terlindungi hak dan kota ini lebih sehat. Selain itu juga kita sebagai warga Jakarta perlu berperan aktif, mendorong dan melakukan kontrol publik agar Pemprov mau penegakan aturan KTR atau KDM secara konsisten.






Jakarta, 10 September 2009
Azas Tigor Nainggolan, SH, MSi
Penulis adalah Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Advokat Publik untuk warga miskin di Jakarta dan tinggal di Jakarta. Kontak email: azastigor@yahoo.com, telepon: 08159977041

Selasa, September 01, 2009

Cukuplah Sudah

Oleh: Azas Tigor Nainggolan



Luar biasa pengalamnku pagi tadi. Sangat luar biasa. Pagi-pagi benar saat aku mengantarkan anakku yang pertama ke sekolah secara tak sengaja mataku tertuju pada sebuah pemandangan di pinggir jalan. Mataku terpana sesaat melihat seorang anak kecil yang berdiri bersama ayahnya (mungkin) duduk di pinggir jalan. Terlihat sepintas anak itu baru saja bangun dari tidurnya di jalan itu. Waktu yang singkat karena motor yang saya kendarai harus terus berjalan dan pemandangan itu akhirnya terlewat. Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah anakku, pikiranku terus berpikir dan berimajinasi tentang anak yang saya baru saja lihat. Ketika di perjalanan pulang, di jalan yang sama aku melihat anak itu kembali. Masih tetap berdiri bersama ayahnya yang duduk di pinggir jalan, dari jauh aku memperhatikannya, dari atas motor.


Tiba di rumah aku sudah ditunggu untuk mengantar anakku yang kedua ke sekolahnya. Sepulang saya mengantar anakku yang kedua itu, di tengah jalan yang macet, aku bertemu dengan seorang teman pemulung. Wajahnya tersenyum melihat aku tetapi tangannya tetap terus berusaha menarik gerobaknya agar tetap berjalan. Aku melihat di dalam gerobak itu ada 2 orang anak dan isterinya duduk sambil melihat-lihat pemandangan di jalan raya. Ooh ... demikian nama panggilan kawanku pemulung itu. Saat aku menjadi pengurus Rukun Warga (RW) beberapa tahun lalu, aku meminta dia menjadi petugas pengangkut sampah di pemukiman dimana aku tinggal. Biasanya sore hari setelah berkeliling memulung, Ooh baru mengangkut atau mengambil sampah dari rumah ke rumah.


Sayang sekali setelah aku berhenti dan tidak lagi menjadi pengurus RW, Ooh pun diberhentikan dari pekerjaannya sebagai petugas pengangkut sampah. Biasanya kami, warga di pemukiman selalu memisahkan sampah-sampah yang bisa didaur ulang sebagai hadiah penghasilan tambahan untuk Ooh. Sampah-sampah itu akan diambil dan diangkut dengan gerobak oleh Ooh ke tempat penampungan sampah sementara yang jaraknya sekitar 3 kilometer dari pemukiman kami. Pertemuan di tengah jalan tadi pagi itu telah memastikan bahwa Ooh beserta isteri dan anaknya sudah cukup lama hidup berkelana di atas gerobak. Setidaknya, aku masih ingat, sudah hampir 4 tahun ini mereka hidup sebagai manusia gerobak tanpa rumah dan alamat.


Masih pagi itu juga, perjalanan berikutnya sebelum aku ke kantor FAKTA adalah mengantar isteri ke tempatnya bekerja. Seperti biasa kami akan berpisah dan isteriku berhenti di bawah sebuah jembatan penyebarangan di jalan Thamrin Jakarta Selatan. Tidak seperti biasanya, pagi tadi aku melihat sebuah spanduk yang digantungkan di jembatan itu. Tulisan di spanduk itu seakan menyalahkan siapa saja yang memberikan bantuan atau ingin berbagi kepada orang lain di jalannan. Menurut tulisan di spanduk itu bahwa perbuatan tersebut akan melahirkan generasi yang malas. Spanduk tersebut merupakan salah satu bentuk yang menurut aparat pemda sebagai sosialisasi Perda Ketertiban Umum. Tak lama kemudian aku melihat ada segerombolan petugas Trantib menuruni tangga jembatan sambil memegangi seorang ibu tua yang menggendong anaknya yang masih kecil. Aku menduga, pasti ibu dan anaknya dituduh sebagai pengemis dan ditangkap oleh petugas trantib.


Sepanjang perjalanan menuju kantor FAKTA, di atas motor aku berpikir keras tentang pengalaman-pengalaman pagi tadi. Satu per satu wajah-wajah itu muncul kembali dan terus berganti. Mulai dari pengalaman melihat seorang anak yang pagi-pagi benar sudah di jalan, Ooh dan keluarga hingga ibu tua besarta anaknya yang ditangkap trantib. ”Kota ini sungguh keras dan tidak berperasaan memperlakukan warganya yang miskin. Mungkin juga bukan hanya yang miskin? Bisa jadi kepada seluruh warganya? Tapi sungguh tidak adil terutama untuk warganya yang miskin, kota ini sungguh tidak berpihak atau tidak memberikan perhatian yang benar”, pikiranku berkecamuk sepanjang jalan. Motor aku kebut kencang dan cepat, seakan takut melihat situasi berikutnya. Gedung-gedung pencakar langit, berdiri tegak dan sombong menjadi petunjuk kota Jakarta.


Petunjuk bahwa kota ini hanya untuk gedung-gedung, mobil-mobil yang memacetkan jalan dan kesombongan materi lainnya. Kota ini tidak ada ruang atau tidak memberi kesempatan bagi warga yang miskin karena dianggap manusia bodoh dan malas. Sambil berjalan kencang, di atas motor aku berpikir dan menyesali sikap kota ini yang menjadikan warga miskin sebagai sampah yang mengotori kota. Sampah yang merusak dan mencemari keindahan kota. Sayang sekali memang, pengalamanku selama ini menunjukkan bahwa kota Jakarta melihat warga yang miskin bagai sampah tak berguna. ”Entah apa indahnya kota ini? Apakah masih ada yang bisa dibanggakan dari kota yang tidak melihat warganya yang miskin?”, hatiku bertanya. Terus saja kota ini melakukan penggusuran, mengusir, menangkapi dan melempar jauh warga yang miskin keluar dari kota ini. Bukankah indah itu harus terdiri dari beraneka ragam? Ada bunga, ada pohon dan ada juga rumputnya.


Mataku memang terus mencoba menatap ke depan, konsentarasi mengendarai motor yang melaju cepat. Tanganku seakan ingin terus mempercepat laju motor. Hatiku ingin menitipkan harapan dan protes yang ada di pikiranku pada motorku yang melaju cepat. Ingin sekali semua penderitaan yang baru saja aku saksikan, berubah menjadi kebahagian. Rasanya aku tak tahan meyaksikan mereka yang harus berjuang bukan hanya untuk dirinya. ”Mereka juga berjuang untuk kota ini. Tentu mereka tidak mau mati percuma, kelaparan atau dikeroyok massa karena dituduh mencemari kota Jakarta. Sungguh mereka tidak mau menjadi berita media dalam kondisi mengenaskan. Bagi mereka harga diri adalah tetap terus berjuang walau dianiaya oleh kota yang dihidupinya”, hatiku menguatkan diriku agar tetap konsentarasi di atas motor yang melaju cepat.


Memang tidak ada yang lebih baik dan lebih berharga dalam hidup ini selain berguna bagi sesama. Sangat berguna sekali hidup ini rasanya jika si warga miskin merasa dihormati dan dihargai haknya saja. Tidak terlalu banyak yang mereka inginkan. Tidak perlu pemerintah ini memberikan mereka pekerjaan sebagai pejabat atau pegawai negeri atau jadi polisi dan tentera atau uang ratusan ribu misalnya. Ya ... bukan itu yang utama mereka inginkan. Cukuplah pemerintah tidak mengganggu pekerjaan atau kehidupan yang sudah dibangun secara baik untuk menghidupi dirinya. Cukuplah mereka diakui keberadaannya, tidak dianggap sebagai sampah yang mengotori kota. Sikap menerima dan menghargai dari pemerintah, sudah sebuah anugrah hidup bagi mereka yang miskin dalam berjuang hidup. Jika demikian memang, mudah bagi kita untuk berpihak dan membela mereka. Cukuplah sudah jika saja kita mau memberikan sikap dan dorongan kepada pemerintah agar menerima dan mengakui keberadaan mereka yang miskin. Cukuplah sudah sampai di sini pembiaran, caci-maki, penghinaan, penindasan, penggusuran dan penistaan kepada mereka yang miskin.


Akhirnya aku tiba di kantor FAKTA dengan selamat. Motor aku parkir. Masuk ke dalam ruang kerja dengan hati dan pikiranku. Terus saja masih bergulat pada mereka yang karena kemiskinannya tidak diakui oleh kota ini. ”Cukuplah sudah ...cukuplah sudah, mari kita sudahi sikap dan tindakan yang selalu menghina, menggusur dan merendahkan saudara-saudara kita yang miskin. Kemiskinan dan penindasanlah yang harus kita gusur dan enyahkan dari muka bumi bukannya saudara kita yang miskin”, bisik diriku dalam hati.







Jakarta, 31 Agustus 2009
Azas Tigor Nainggolan
Penulis adalah Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Advokat Publik untuk warga miskin di Jakarta dan tinggal di Jakarta. Kontak email: azastigor@yahoo.com, telepon: 08159977041