Minggu, Oktober 21, 2012

Manajemen Parkir untuk Mengendalikan Penggunaan Kendaraan Pribadi

Kondisi kemacetan Jakarta yang akut ini sudah sedemikian mengganggu efektifitas dan efisiensi sistem transportasi di Ibukota Jakarta. Tidak dapat dielakkan pula jika tidak dilakukan penguraian atau pemecahan terhadap masalah kemacetan ini pada giliran selanjutnya dampak negatip terhadap pertumbuhan kota Jakarta. Melihat kondisi tersebut maka perlu diambil langkah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas sistem transportasi di Ibukota Jakarta dengan merubah pendekatan manajemen parkir di Jakarta. Langkah perubahan pendekatan tersebut adalah dengan membangun sistem pengelolaan (manajemen) parkir sebagai alat bantu untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi. Pilihan pendekatan ini menjadikan pengelolaan perparkiran merupakan sub bidang transportasi jalan yang harus dikelola secara komprehensif guna menunjang manajemen dan rekayasa lalu lintas perkotaan di Jakarta. Langkah pertama perbaikan manajemen parkir tersebut pada bulan September 2012 telah dilakukan dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Jakarta No: 120 Tahun 2012 tentang Kenaikan Tarif Parkir di Dalam Gedung sebesar 100%. Keluarnya Pergub No: 120 Tahun 2012 itu diikuti oleh pengelola gedung pusat perbelanjaan dengan menaikkan tarif sekitar 50% hingga 100% . Beberapa waktu lalu juga pemerintah daerah Jakarta telah mengeluarkan Perda baru sebagai pengganti dari Perda No: 5 Tahun 1995mengenai kebijakan pengelolaan parkir di Jakarta. Perbaikan pengelolaan parkir tahap awal dengan baru menaikkan tarif parkir di dalam gedung (off street) tanpa kenaikan tarif dan penataan parkir di badan jalan (on street) ini memberikan dampak kepinjangan pilihan parkir pengguna kendaraan pribadi. Hasil observasi lapangan, survei dan analisa yang dilakukan oleh DTKJ dan unsur terkait lainnya terhadap kondisi kondisi perparkiran setelah kenaikan tarif parkir off street membuat maraknya parkir di badan jalan (on-street parking) yang mengakibatkan kapasitas ruas jalan menurun signifikan dan tambahan kemacetan. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa tarif parkir di badan jalan (on street parking) di Jakarta sangatlah murah jika dibandingkan dengan tarif parkir rata-rata di kota-kota besar di dunia. Laporan studi Bank Pembangunan Asia (ADB) yang dirilis pada 2010 menyebutkan bahwa tarif parkir di Jakarta paling murah nomor 3 se-Asia Pasifik. Saat ini juga di Jakarta terus bertambah kasus parkir di badan jalan khususnya parkir liar di badan jalan sebagai akibat dari lemahnya penegakan hukum di bidang perparkiran. Telah dijelaskan di atas bahwa manajemen parkir merupakan salah satu alat bantu untuk mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi.. Pengendalian parkir penggunaan kendaraan pribadi terasebut dapat dilakukan dengan: 1. Mengevaluasi pelaksanaan peraturan tentang persyaratan penyediaan fasilitas parkir minimal sebagai mana diatur dalam ketentuan sebelumnya (Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Undang – Undang Gangguan dan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan di Wilayah DKI Jakarta) menjadi persyaratan penyediaan fasilitas parkir maksimal pada bangunan umum. 2. Pembatasan penyediaan fasilitas parkir di gedung-gedung itu disertai langkah pemerintah daerah mendorong atau mengembangkan kebijakan fasilitas parkir bersama untuk semua bangunan gedung umum pada kawasan perkantoran dan perdagangan. 3. Mengurangi fasilitas penyediaan parkir di badan jalan dengan menaikkan tarif parkir lebih mahal dari tarif parkir off street, menambah waktu larangan parkir bagi fasilitas parkir paruh waktu dan menambah jalan-jalan yang dilarang parkir purna waktu sebagai tindak lanjut Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 4. Melakukan kebijakan tarif melalui perubahan dengan menerapkan system zona tarif parkir di DKI Jakarta melalui System Zona dibagi atas 3 (tiga) zona kebutuhan (demand) parkir, masing-masing zona pusat, zona antara dan zona pinggir kota dengan perbandingan tarif meningkat semakin ke tengah kota, misalnya dengan perbandingan 1 (zona pinggir kota), 3 (zona antara) dan 5 (zona pusat) 5. Membangun dan menyediakan fasilitas Parkir dan menumpang (Park and Ride) di pinggir kota Jakarta seperti di sekitar terminal bus dan stasiun Kereta Api. 6. Melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap pelanggaran peraturan tentang persyaratan penyediaan fasilitas parkir pada bangunan umum dan pelanggaran parkir dipinggir jalan dengan melakukan tilang terhadap pelanggar parkir, penggembokan roda kendaraan, penderekan kendaraan dan penegakan hukum dengan menggunakan perangkat elektronik (UU no 22 Tahun 2009). Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut di atas, DTKJ mengusulkan langkah cepat yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah Jakarta: 1. Segera menerbitkan Pergub untuk menaikkan tarif on-street parking lebih mahal daripada tarif parkir di dalam gedung (off-street parking) dengan berbasis zona. 2. Mempererat koordinasi dengan jajaran Kepolisian Daerah Metropolitan Jaya dalam hal penegakan hukum di bidang perparkiran di badan jalan. Hal ini juga termasuk mengintensifkan kembali Satgas Gabungan Sterilisasi Jalur Busway dan Parkir di Badan Jalan; 3. Membangun sistem Manajemen perparkiran on-street dan Off Street yang lebih sehat dan kondusif. Dinas Perhubungan dan UP Perparkiran sebagai bagian Satuan Kerja Perngakat Daerah (SKPD) fokus kepada pembinaan dan pengawasan, sedangkan aspek operasional dilimpahkan kepada operator profesional.Semua operator parkir swasta (pihak ketiga) baik on street maupun off street harus menggunakan online sistem dan mengasuransikan kendaraan. 4. Menyusun cetak biru jangka menengah tentang penataan parkir on-street dan off-street secara terpadu sebagai acuan pelaksanaan di lapangan. Jakarta, 18 Oktober 2012 Dewan Transportasi Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan, SH, MSi Ketua

Tidak ada komentar: