Kamis, September 18, 2008

Peristiwa Pasuruan, Sebuah Potret Kegagalan Pemerintah

Oleh: Azas Tigor Nainggolan


“Jika benar jumlah orang miskin di Indonesia ini berkurang, mengapa semakin banyak orang yang mau rela mengantri memperebutkan bantuan atau zakat yang sedikit dengan mengorbankan nyawa?” (Ibu Toro, seorang warga miskin yang tinggal di Cililitan Jakarta Timur, 16 September 2008)

“Seorang ibu karena kemiskinannya terpaksa meninggalkan anak bayinya yang baru berumur 4 hari di jok belakang sebuah mobil yang sedang diparkir di Hotel Surabaya Plasa, Surabaya Jawa Timur” (Pos Kota, 18 September 2008)


Kemiskinan yang berkelanjutan hingga saat ini merupakan satu bukti tidak adanya upaya pemecahan dari pemerintah. Kesulitan hidup yang terus memberatkan masyarakat seakan menutup kesadaran ribuan perempuan miskin untuk berdesak-desakan menaruh nyawa guna mendapatkan zakat senilai Rp 20.000,- di kota Pasuruan Jawa Timur pada senin 15 September 2008. Peristiwa tersebut meminta korban nyawa meninggal 21 orang, satu orang kritis Dan 12 lainnya terluka dalam pembagian zakat di rumah seorangdi Kelurahan Purutrejo, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan Jawa Timur. Sungguh pedih dan menyakitkan menyaksikan peristiwa yang diberitakan oleh berbagai media massa. Sebagai bangsa yang memiliki malu, kita seharusnya melakukan sebuah tindakan atau meminta pertanggung-jawaban pemerintah agar mengaku salah dan memperbaiki kinerjanya.

Tidak justru melakukan tindakan membela diri dan berjuang menutupi kesalahan untuk menjaga image semata demi Pemilu dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 mendatang. Melalui menteri Kominfo, pemerintah melakukan pembelaan diri bahwa peristiwa Pasuruan dengan korban 21 orang meninggal itu bukanlah masalah kemiskinan tetapi hanya karena lemahnya kepercayaan masyarakat pada lembaga zakat. Pemerintah tetap menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin saat ini tetap turun dari 16 persen menjadi 15 persen. [1]

Kejadian Pasuruan bukanlah yang baru dan satu-satunya peristiwa mengerikan saat penyaluran bantuan atau zakat yang membawa korban bahkan hingga mengorbankan nyawa manusia. Banyak peristiwa serupa, dimana pembagian zakat atau bantuan berujung pada jatuhnya korban manusia, seperti terjadi pada:[2]
a. 8 Desember 2001, pembagian zakat di Gedung DPRD Jawa Tengah di Semarang, gedung DPRD pecah dan dua orang terluka dan dilarikan ke rumah sakit. Kericuhan disebabkan kurangnya persiapan panitia dalam mengantisipasi membeludaknya fakir miskin yang semula disiapkan untuk 2.000 orang tetapi didatangi 6.000 orang.
b. 29 November 2002, ribuan orang ”menyerbu” rumah kediaman Gubernur Kalimantan Selatan di Banjarmasin. Seorang petugas pembagi zakat dikejar-kejar massa karena tak segera membagikan zakat. Banyak anak-anak luka terjepit dalam peristiwa ini.
c. 7 November 2003, dii Pasar Minggu, Jakarta Selatan, empat ibu rumah tangga tewas saat berebut sedekah di rumah dermawan menjelang Idul Fitri.
d. 28 September 2007, seorang meninggal saat pembagian sedekah di Gresik, Jatim. Korban meninggal akibat terjatuh dan terinjak-injak saat mengantre untuk mendapatkan zakat.
e. 10 Oktober 2007, pembagian zakat di Bantul dan Lamongan juga ricuh akibat Bupati Bantul Jogyakarta memberikan zakat sebesar Rp 90 juta untuk 4.500 warga miskin. Tiga warga Bantul, DIY, banyak warga dibawa ke rumah sakit karena terinjak-injak dan luka serius saat pembagian zakat tersebut
d. Sedangkan di Pondok Pesantren dan Panti Asuhan Sabililah, Lamongan, Jatim, 13 orang pingsan karena kepanasan saat pembagian zakat keluarga. Warga yang mengantre harus menukarkan kupon dengan uang Rp 20.000-Rp 30.000.
e. 16 September 2003, seorang anak terjepit desakan warga Kalibaru yang antre mendapatkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahap dua yang dibagikan di Kantor Kelurahan Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara
f. 16 Oktober 2005 pencairan BLT membawa korban. Tamsir (45) warga Desa Ledok Kulon RT 02 RW 02 meninggal dunia di RSUD Bojonegoro Jawa Timur setelah ikut berdesakan dan berebut dana bantuan tunai langsung (BLT) di kantor kecamatan Bojonegoro


Data di atas, yang baru beberapa saja ini, sudah menunjukkan dan membutikan dua hal yakni:
· Masyarakat dan bahkan pejabat pemerintah sendiri sudah tidak mempercayaai institusi pemerintah atau yang dibentuk pemerintah seperti badan penyalur zakat untuk menyampaikan zakat dari masyarakat untuk sesamanya yang miskin.
· Semua kegiatan penyaluran zakat atau bantuan menarik minat dan keinginan bahwa masyarakat yang jumlah terus banyak serta meningkat walau jumlah nominal atau bantuannya kecil.

Peristiwa Pasuruan layak dijadikan bukti atau potret kegagalan yang membiarkan dan memiskinkan rakyat oleh pemerintahnya sendiri. Bertambahnya terus jumlah warga menjadi pemburu zakat atau bantuan kemanusiaan, tidak bisa dipungkiri oleh pemerintah. Bukti bahwa memang di negeri ini masih terus berlangsung praktek pemiskinan karena jumlah warga miskinnya terus meningkat. Proses pemiskinan ini adalah akibat dari buruknya kinerja dan kemauan pemerintah untuk berpihak secara khusus kepada rakyatnya miskin. Buruknya kinerja dan keberpihakan pemerintah terhadap rakyat miskin sangat jelas terang dilihat pada ketidak-mauan pemerintah mengendalikan harga kebutuhan pokok, kenaikkan harga BBM, konversi minyak tanah ke gas sebagai sebuah proyek serta penghapusan secara serius korupsi dan tidak mau membangun kebijakan yang pro rakyat. Semua ini pada proses berikutnya melahirkan masalah besar kemiskinan struktural bangsa ini.

Perilaku pemerintah yang tidak peduli, membiarkan rakyatnya miskin dan meninggal dalam kemiskinanadalah tindakan yang telah melanggar UUD 1945 dan Hak Asasi Manusia, pemerintah telah gagal menghidupi dan menghormati rakyatnya sebagai ciptaan dan citra Tuhan Yang Maha Kuasa.

Berangkat dari pengalaman yang menyedihkan di Pasuruan tersebut dapat dikatakan bahwa:
1. Peristiwa Pasuruan adalah tragedi nasional yang harus dijawab dan disikapi secara arif oleh semua pihak terutama pemerintah.
2. Pihak kepolisian harus melakukan pemeriksaan pada peristiwa di pasuruan tersebut secara benar dan terbuka agar pihak penyelenggara bertanggung jawab secara hukum.
3. Kenyataan meningkatnya jumlah kaum miskin atau jumlah takyat miskin menunjukkan bahwa program-program serta kebijakan pemerintah selama ini terbukti telah gagal mengatasi meningkatkan kesejahteraan hidup rakyatnya agar keluar dari kemiskinan.
4. Pemerintah harus merubah serta menghentikan program dan kebijakan yang selama ini memiskinkan rakyat secara sistematis.

Sebagai sebuah keinginan berubah, sudah selayaknya dan sepantasnya pemerintah Republik Indonesia harus melakukan melakukan langkah-langkah konkrit untuk melindungi hak-hak asasi warga negaranya dan mensejahterakan rakyat secara jujur dan benar bukan hanya kampanye membangun image untuk pemilu serta pilpres 2009 mendatang.


Jakarta, 18 September 2008
Penulis adalah Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) dan seorang Advokat Publik bagi Warga Miskin di Jakarta, tinggal di Jakarta. Email: azastigor@yahoo.com , http://www.azastigornainggolan.blogspot.com, Kontak:0815 9977041
[1] Harian Kompas, 18 September 2008
[2] Diolah dari bebagai sumber

Tidak ada komentar: