Memberi Bukan Berarti Hanya Materi Atau Karitatif
Ada permenungan yang menarik saya dapatkan pada misa Paskah anak kali ini. Sekelompok anak-anak Sekolah Bina Iman di paroki saya di St Yoseph Matraman, Jakarta Timur mementaskan sebuah drama kecil tentang sebuah persahabatan. Suasan gembira dan senyum terus mewarnai hati selama menyaksikan drama pengganti khotbah pastor pada misa Paskah anak minggu pagi itu. Isi cerita darma itulah yang membuat saya gembira. Cerita drama itu menggambarkan sebuah semangat nyata keberpihakan pada saudara-saudara yang miskin dan tertindas. Sebagai sebuah isi, adegan-adegan dalam drama tersebut cukup menggelitik dan memberi saya makna sebuah solidaritas atau bela rasa terhadap sesama yang miskin dan Paskah. Isinya sangat memberi gambaran nyata tentang thema Aksi Puasa Pembangunan (APP) Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) tahun 2010, yakni “Mari Bekerja Sama Memberantas Kemiskinan”.
Dalam cerita drama itu anak-anak SBI hendak menyampaikan pesan arti persahabatan tiga anak yang berasal dari lingkungan ekonomi dan sosial berbeda. Dua anak yang berperan sebagai Regina dan Mikael diceritakan adalah anak dari kalangan ekonomi kaya. Sementara satu anak lain berperan sebagai Tomo yang berasal dari keluarga miskin dan sudah ditinggal wafat ayahnya. Kemiskinan membuat Tomo dan adiknya terpaksa menjadi pedagang asongan di lampu merah agar bisa hidup dan bersekolah. Walau berbeda status ekonomi dan sosial ketiga anak tersebut tetap bersahabat dan saling membantu.
Dialog drama itu, menceritakan Regina dan Mikael bersahabat agar bisqa membantu Tomo, sahabat mereka. Kedua orang anak itu membantu Tomo dalam pengembangan pelajaran sekolah dengan belajar bersama. Makna khusus dari adegan itu saya mencatat bahwa Regina dan Mikael yang berasal dari keluarga kaya mau “turun” bersahabat dan membantu Tomo yang miskin. Regina dan Mikael dengan senang hati mau bergabung dan memberi kesempatan belajar bersama dengan Tomo agar mereka memiliki kesempatan menjadi murid pintar secara bersama. Secara sadar dalam cerita drama digambarkan bahwa Regina dan Mikael ingin membantu agar Tomo agar tetap bisa mengikuti pelajaran sekolah karena harus berjualan asongan untuk membantu membiayai keluarganya.
Saat menyaksikan, secara khusus saya mengatakan pada diri sendiri bahwa cerita ini sangat maju dibandingkan khotbah pastor paroki saya pada misa Vigili Paskah malam sebelumnya. Makna cerita drama ini sudah keluar dan jauh lebih cerdas, mengajak kita untuk mau turun membantu sesama yang miskin. Kemauan turun dalam cerita itu memberikan contoh pilihan keberpihakan sebuah bentuk kerja sama yang nyata dalam memberantas kemiskinan. Cerita drama itu juga mau mengatakan bahwa memberi atau membantu saudara kita miskin bukan hanya berbentuk materi atau karitatif semata. Sementara khotbah pastor yang saya dengar hanya seputar arti Paskah dan sikap mau percaya walau tidak melihat. Penjelasan yang panjang dan berbelit membuat khotbah pastor jadi kehilangan makna dan tidak menjelaskan thema APP 2010.
Lain halnya dengan cerita darma anak-anak SBI tersebut, sederhan penamnpilannya tetapi memberikan makna yang dalam. Anak-anak dalam drama itu sangat jelas memberikan masukan nyata pada umat dan anak-anak yang hadir dalam misa tersebut. Anak-anak itu ingin membantu kita menterjemahkan arti sebuah bentuk solidaritas atau bela rasa yang tepat pada saudara yang miskin bukan hanya berbentuk materi atau karitatif saja. Jelas sekali Regina dan Mikael dalam cerita drama itu berkeinginan membantu dan membuat Tomo maju agar mendapatkan masa depan yang lebih baik hidupnya dari yang sekarang. Talenta dan kapasitas kedua anak itu sebagai siswa menjadi model dan dasar bela rasa mereka kepada Tomo.
Semangat memberikan yang terbaik bagi saudara-saudara yang miskin, dimana Regina dan Mikael telah mau turun serta memberikan diri mereka bagi Tomo. Memberi diri mereka sesuai kapasitas sebagai siswa dan bukan memberi materi atau karitatif mereka sadari sebagai cara membantu Tomo. Mereka ingin membantu Tomo, sahabat mereka dengan mau memberi kesempatan belajar bersama. Sederhana sekali pilihan medianya dalam membantu tapi sangat mengena dan sangat berguna bagi saudara kita yang miskin untuk keluar dari kemiskinannya. Spontan saya teringat sebuah kutipan indah kitab suci yang kira-kira mengatakan: “apa yang kau lakukan dan berikan yang terbaik kepada saudara-saudaramu yang miskin dan hina, maka engkau telah memberikanya kepadaKU”.
Sungguh indah makna cerita drama anak-anak itu dan membuat saya tersenyum-senyum selama menyaksikannya. Makna itu juga yang membuat saya bangga ternyata anak-anak tadi karena telah membantu menjelaskan cara berbuat yang baik bukan harus materi atau karitatif saja. Memberi materi atau karitatif adalah sebuah bentuk yang selalu menjadi andalan kita jika mau membantu saudara kita yang miskin. Model karitatif dan materi memang sebuah cara yang aman, mudah dan mengasyikan hati pelaku karena pelaku tetap pada posisi di atas dari saudara yang miskin. Apabila tindakan karitaif dijadikan tujuan bela rasa atau solidaritas kita maka itu sangat tidak mendidik dan mengambil alih tanggung jawab pemerintah.
Seringkali juga tindakan bela rasa berbentuk materi dan karitatif menjadi kontra produktif dan mencurigakan saudara-saudara kita miskin itu sendiri. Bahkan tindakan karitatif memberi ruang provokasi bagi pihak-pihak yang tidak suka pada tindakan atau sikap berpihak pada saudara yang miskin sebagai tindakan sektarian. Sebuah tindakan bela rasa dengan bentuk karitatif sebaiknya dijadikan sebagai media atau pintu masuk pada bela rasa atau solidaritas nyata. Artinya adalah, tempatkan tindakan karitatif hanya alat dan tindakan darurat jangka pendek (emergency respon) dan bukan tujuan solidaritas yang utama. Menjadikan tindakan karitatif dan pemberian materi sebagai tujuan bukan contoh yang tepat untuk membangun solidaritas atau berbela rasa pada saudara-saudara yang miskin. Khotbah yang panjang tanpa makna bukan contoh baik, tetapi tindakan sederhana nyata berpihak, mau turun dan membebaskan lebih bermanfaat untuk membangun kerja sama memberantas kemiskinan. Maukah kita berbuat nyata untuk memberantas kemiskinan? Selamat Pesta Paskah.
Jakarta, 4 April 2010
Selamat Pesta Paskah
Azas Tigor Nainggolan
Penulis adalah umat Katolik biasa di Keuskupan Agung Jakarta
Sabtu, April 17, 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar