Jakarta kembali penuh spanduk2 para calon presiden calon wakil presiden (capres cawapres) peserta pemilu 2009. Sayang sekali dana pembuatannya, dibuang percuma hanya untuk bikin spanduk yang mengotori kota. Kenapa dananya tidak digunakan untuk pemberdayaan warga saja di tengah krisis ekonomi? Para tim sukses hanya bisa pasang spanduk tetapi tidak bisa mendekati meyakinkan warga karena tidak memiliki basis massa yang jelas. Mereka, para tim sukses hanya bisa berpikir bahwa dengan memasang spanduk akan bisa meyakinkan dan menarik dukungan dan membeli suara warga. Cara berpikir ini jelas salah besar.
Aneh saja jika jaman seperti sekarang masih ada tim sukses kampanye capres dan cawapres berpikir bahwa spanduk sangat berpengaruh bagi suara warga terhadap pasangan yang diusung. Setelah 2 minggu berjalan masa kampanye pemilu capres cawapres memang memberi dampak nyata yakni semua jembatan, jalan dan pohon-pohon dirusak atau dikotori spanduk. Selain itu juga di media massa cetak dan terutama elektronik sekarang ini dikuasai oleh iklan para capres dan cawapres. Pilihan mengandalkan pemasangan spanduk atau iklan di media massa menandakan bahwa partai politik, tim sukses atau pasangan capres cawapres yang bersangkutan tidak memiliki basis massa yang jelas juga tidak cerdas.
Lihat saja, sudah 2 minggu berjalan masa kampanye pemilu capres cawapres 2009-2014, minim sekali upaya atau kegiatan ikampanye kreatif dan mendekatkan diir serta kepentingannya kepada warga pemilih. Para capres cawapres, partai politik dan tim sukses pengusung sedikit sekali, nyaris tidak ada yang melakukan komunikasi langsung atau berdialog dengan warga secara benar serta tidak manipulatif. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa memang mereka itu takut bertemu dan berdialog secara langsung dengan warga. Memang ada beberapa kegiatan turun langsung yang dilakukan para capres cawapres bertemu dengan warga. Tetapi kegiatan turun langsung itu sudah penuh dengan manipulasi dan spontan. Sepertinya juga capres cawapres atau tim suksesnya tidak berani melakukan dialog atau berkomunikasi dengan warga sebagai calon pemilih mereka tentang masalah nyata.
Dalam beberapa acara dialog di media elektronik terlihat jawaban yang diberikan kepada warga, menghindari kepentingan atau hak warga yang selama ini belum dipenuhi bahkan dilanggar oleh pemerintah. Sepertinya para capres cawapres atau tim sukses akan menghindar dengan berbagai cara apabila warga mengangkat hal yang nyata. Capres cawapres atau tim sukses di hadapan warga hanya berani bicara tentang masalah-masalah yang abstrak dan tidak dapat diukur pencapaiannya. Dapat diartikan juga bahwa para capres cawapres atau tim suksesnya tidak memiliki kesadaran atau kemauan menggunakan masa kampanye sebagai ajang pendidik politik bagi mereka juga warga pemilihnya.
Kampanye sebenarnya secara sederhana dapat berguna sebagai pengenalan, media belajar atau pendidikan politik bagi peserta pemilu dan warga pemilihnya. Jika dilakukan secara benar seperti turun bertemu dan berdialog langsung dengan warga, para capres cawapres akan mengetahui kondisi nyata yang dialami warganya. Pengelana ini akan membuat capres cawapres dan tim suksesnya tidak akan terlalu banyak membual atau berbicara bohong karena akan langsung ditanggapi warga pendukungnya. Begitu pula warga akan memiliki kesempatan mempelajari dan mengenali betul calon yang akan dipilihnya. Warga akan mengenal betul sosok capres cawapres mana yang sesuai dan mau memperjuangkan kepentinganya.
Bertemu dan berdialog secara langsung para capres cawapres sebagai peserta pemilu dan warga pemilih juga akan menunbuhkan tingkat partisipasi politik yang baik. Pertemuan atau dialog langsung akan membangun kedekatan kepentingan, baik kepentingan para capres cawapres itu sendiri dan warga pemilihnya juga. Warga sebagai pemilih akan merasakan bahwa mereka memiliki kedekatan kepentingan atau kepentingan langsung terhadap pemilu dan capres cawapres yang bertarung. Model atau pilihan kampanye yang langsung bertemu dan berdialog inilah yang seharusnya dilakukan para capres cawapres, partai politik dan tim sukses pengusungnya. Kampanye yang hanya mengandalkan pemasangan spanduk dan pemasangan iklan politik secara membabi buta adalah tindakan tidak memdidik dan tidak berbudaya.
Kampanye dengan spanduk dan iklan politik hanya akan mengenalkan sosok luar capres cawapres yang sebanarnya warga pemilih sudah mengetahuinya. Tidak mungkin para capres atau cawapres sosok orang yang baru dan tidak dikenal warga pemilih. Warga pemilih saat ini lebih ingin mengenal lebih dalam dan lebih dekat lagi para capres cawapres yang akan dipilihnya. Sebenarnya banyak bentuk kegiatan yang dapat dilakukan utnuk membangun kegiatan berdialog dalam pemilu bersama warga pemilih. Kegiatan tersebut akan lebih kreatif dan bermanfaat dengan menggunakan dana yang dimiliki secara baik. Dana yang dimiliki sebaiknya tidak dihabiskan hanya untuk membuat spanduk dan iklan politik saja tetapi membangun kegiatan kreatif yang populis.
Para capres cawapres atau tim sukses dan partai politik pengusungnya seharus kreatif membangun bentuk kegiatan nyata di lapangan. Misalnya melakukan kerja bakti bersama, bakti sosial atau dialog-dialog kreatif tanpa kepalsuan langsung dengan warga calon pemilih. Kampanye dengan spanduk dan iklan politik hanya akan menghasilkan slogan-slogan kekanak-kanakan, tidak kreatif, tidak efektif, pengecut dan hanya menganggap warga bodoh. Capres cawapres yang juga berani turun langsung dan berdialog langsung dengan warga pemilihnya yang akan menjadi pemenang karena mendapat dukungan nyata. Caranya adalah menggunakan anggaran kampanye yang dimiliki capres cawapres lebih untuk kegiatan-kagiatan bermanfaat bagi banyak orang dalam jangka waktu yang cukup panjang. Pilihan bentuk kegiatannya juga tidak sesaat, tidak membodohi seperti membeli suara warga atau tidak merusak lingkungan.
Coba bayangkan dana sekitar Rp 1 juta yang digunakan untuk membuat spanduk di sebuah kampong ditukar sebagai anggaran untuk kerja bakti membersihkan sampah dan berdialog di kampung itu. Tentu hasilnya akan lebih baik untuk warga itu karena kampungnya akan lebih bersih. Para tim sukses bisa juga memilih kegiatan kampanye dengan melakuka penghijauan dan berkomunikasi politik dengan warga tentang lingkungan hidup. Atau juga misalnya uang untuk bikin kampanye itu ditukar dengan membikin seragam atau membeli buku-buku sekolah yang dibagikan anak-anak dari komunitas warga miskin yang tidak mampu membeli seragam atau buku sekolah. Membantu memberi seragam atau buku pelajaran sekolah itu hanya alat mengumpulkan warga untuk capres cawapres atau tim suksesnya berdialog dengan warga soal kemiskinan dan pendidikan. Bahkan dana kampanye yang terbuang hanya berbentuk spanduk dan iklan politik itu jadi menarik dan bermanfaat apabila dibelikan mobil untuk perpustakan keliling atau mobil pelayanan kesehatan keliling. Bahkan jika dikumpulkan, dana kampanye percuma itu uangnya mampu digunakan untuk membangun rumah sakit untuk menolong warga miskin berobat.
Luar biasa rupanya dana kampanye itu, baik besar atau pun manfaatnya jika digunakan kepada hal-hal yang lebih bermanfaat bagi banyak orang terutama menolong sesama yang menderita dan miskin. Tindakan atau pilihan kreatif itu tentunya akan sangat membantu mempopulerkan capres cawapres yang diusung. Bagi si capres cawapres atau partai politik dan tim sukses pengusung perlu meninjau ulang model atau media kampanye yang dipilihnya. Pilihan ulang perlu dilakukan dengan pertimbangan agar lebih efektif, jelas dukungan dan keberhasilan kampanyenya. Pertimbangan itu didasari oleh hasil yang lebih bermanfaat dan popular membantu serta mendidik sesama. Jadi mari tinggalkan pola kampanye spanduk dan iklan politik karena itu tidak mendidik dan tidak berbudaya karena hanya, menghambur-hamburkan uang di tengah warga yang sedang menderita. Jangan lagi berpikir bahwa warga pemilih akan dapat dibohongi oleh spanduk atau iklan politik. Pilihan model dan bentuk kegiatan akan mencerminkan capres atau cawapres yang diusung. Jangan tolak uang sogokan dari capres cawapres tetapi jangan pilih mereka memberi uang sogokan. Mari memilih calon yang sesuai dengan kepentingan kita.
Jakarta, 16 Juni 2009
Azas Tigor Nainggolan
Penulis adalah Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) dan seorang Advokat Publik bagi warga miskin kota Jakarta serta aktif dalam advokasi kemerdekaan informasi dan berekspresi, kontak: azastigor@yahoo.com atau 08159977041
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
wah.. ada blog ternyata.. menarik juga, tapi namanya kota besar. banyak orang sudah cermat membaca situasi. ketika musim pemilu tiba, banyak orang ramai ramai pindah pekerjaan jadi tukang sablon dan tukang cetak. perputaran ekonomi pun berputar kembali dari biaya cetak sampai ongkos pasang.. ndak mungkinlah politikus itu mau pasang spanduk sendiri.. haha.. tapi ya tetap saya setuju dengan dari tulisanmu tulang. salam kenal ^_^
Posting Komentar