Rabu, Desember 03, 2008

Menolak Komersialisasi Pengelolaan Air Sungai Citarum Jawa Barat

Petisi

Pesan untuk Dewan Direktur Bank Pembangunan Asia (ADB): Agar tidak menyetujui ICWRMIP (Integrated Citarum Water Resource Management Investment Program) sampai terjadi perbaikan-perbaikan yang terukur.

Dokumen-dokumen pelindung dan persiapan proyek tidak sesuai dengan kebijakan-kebijakan ADB sendiri. Resiko sosial jauh lebih besar daripada potensi keuntungan dari rencana hutang ini.


ADB dan Sungai Citarum
Sungai Citarum adalah salah satu daerah aliran sungai (DAS) penting di Indonesiam yang berlokasi di Jawa Barat. DAS ini seluas lebih dari 13,000 Km persegi, yang merupakan ruang hidup bagi 10 juta penduduk. DAS Citarum adalah merupakan pemasok 80 persen kebutuhan air bersih bagi penduduk Jakarta, sumber air irigasi bagi 240,000 hektar sawah dan pertanian, serta sumber energi listrik sebesar 1,400 MW.

Dengan maksud untuk mengatasi tantangan rumit dalam pengelolaan sumber air Citarum, ADB menawarkan paket bantuannya yang dinamai Integrated Citarum Water Resource Management Investment Project/ Proyek Investasi Pengelolaan Lingkungan dan sumber-sumber Air yang Terintegrasi (ICWRMIP). Program ini bermaksud untuk menawarkan pengintegrasian sumber-sumber air dengan pengelolaan lingkungan di DAS Citarum yang akan menuju pada konservasi air dan alokasinya. ICWRMIP memiliki berbagai proyek yang meliputi pengelolaan daerah aliran sungai, pertanian pasokan air dan pasokan energi.

Dengan pendanaan lebih dari US$ 600 juta, ICWRMIP adalah proyek pertama ADB yang menggunakan metode Multi-tranche Financing Facility (MFF), yang akan berjalan selama 15 tahun. ADB telah menandatangani perjanjian dengan pemerintah Indonesia untuk Bantuan Teknis persiapan ICWRMIP. 4 Desember 2008, Dewan direktur ADB dijadwalkan untuk menyetujui proyek – proyek berikut yang menjadi bagian pendanaan ICWRMIP, yaitu:
Bantuan Teknis – memperkuat pengelolaan sumber-sumber air di 6 DAS (Ciliwung, Cisadane, Progo-opak Oyo, Ciujung, Bengawan Solo, Citarum)
MFF – konsep fasilitas: : Multitranche Financing Facility - Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program
Hutang - Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program - Project 1

Aliansi Rakyat untuk Citarum (ARUM) adalah jaringan masyarakat sipil di Jakarta dan Jawa Barat yang melakukan pemantauan persiapan proyek ICWRMIP sejak Pebruari 2008. ARUM telah membangun kontak dengan pengelola proyek di ADB dan Bappenas sebagai usaha untuk mendapatkan informasi atas rencana ICWRMIP ini. ARUM telah melakukan penilaian kolektif atas ICWRMIP berdasarkan misi pencari-fakta, pertemuan dengan tim pengelola proyek ADB, meninjau dokumen-dokumen proyek, studi materi lain yang relevan termasuk kebijakan-kebijakan ADB. Juga melakukan pengujian integrated water resource management (IWRM), strategi jender, dan anti korupsi dari ICWRMIP dan resiko-resikonya. Tujuan dari penilaian (assessment) ini adalah untuk mengidentifikasikan potensi dampak dari ICWRMIP, terutama fase I, terhadap penghidupan mereka yang langsung maupun tidak langsung terkena dampak.

Rencana Penggusuran (Resettlement Plan) dalam fase I hutang: penuh resiko
Hutang Fase pertama mencakup rehabilitasai Kanal Tarum Barat sepanjang 68,3 km yang mengalihkan sebagian badan Sungai Citarum yang digunakan untuk air irigasi, industri dan rumah tangga di Jawa Barat dan metropolitan Jakarta. Total hutang untuk sub-proyek ini adalah US$50 juta yang merupakan bagian dari total pendanaan MFF US$500 Juta.

Rehabilitasi Kanal Tarum Barat ini akan menggusur 872 rumah tangga dan memberi dampak tidak langsung bagi penduduk di tiga Kabupaten lainnya: Bekasi, Karawang dan Kota Bekasi. Namun, Rencana Penggusuran ini (yang sampai sekarang masih dalam tahap rancangan) memiliki banyak kejanggalan yang serius dan resiko sosial yang tinggi. Rencana Penggusuran tidak memenuhi kebijakan penggusuran ADB dan persyaratan- persyaratan implementasinya.

Temuan-temuan kunci dari penilaian ini adalah sebagai berikut:

Mengenai rancangan Rencana Pemukiman (Resetlement Plan)
Ketidakcocokan dalam jumlah manusia yang terkena dampak proyek.
Ketidakjelasan dalam mekanisme untuk melihat kelangkaan lahan dan isu-isu kepemilikan
Tidak ada kompensasi yang layak, dan ukuran-ukuran bantuan rehabilitasi dan pemulihan penghidupan (LRP).

Tidak ada jaminan restorasi penghidupan kepada masyarakat yang terkena dampak, mengingat adanya kesenjangan dalam ukuran-ukuran bantuan tersebut. Strategi persiapan sosial tidak jelas dan tidak dapat diterima.

Proses pemukiman tidak jelas dan tidak partisipatoris.
Program pemulihan penghidupan (LRP) tidak memberikan mekanisme yang memadai dan jaminan memenuhi tujuan proyek ini.

Ada jurang yang lebar antara tujuan proyek (yaitu untuk mengisi setiap kekosongan di mana peraturan daerah ataupun Undang-undang tidak dapat memberikan jaminan bagi rumah-tangga yang terkena dampak dapat merehabilitasi dirinya agar setidaknya sama dengan kondisi sebelum proyek)[1] dan desain dari Program Pemulihan Penghidupan (LRP) tidaklah menjamin masyarakat yang terkena dampak lebih buruk kehidupannya dari kehidupan mereka sebelum dimukimkan kembali, mengingat tempat relokasi masih belum diketahui dan program-program pelatihan hanya didasarkan pada asumsi-asumsi.

Secara keseluruhan, LRP sangat sempit, superfisial, tidak komprehensif, dan kabur. LRP tidak memiliki tujuan dan rencana spesifik untuk meningkatkan atau setidaknya memperbaiki kapasitas produktif mereka, termasuk untuk petani yang akan terkena dampak yang tidak memiliki hak atas penggunaan lahan.

Mengenai praktik transparansi dan konsultasi
Tidak memadainya keterbukaan informasi bagi publik dan konsultasi, terutama bagi keluarga yang terkena dampak dan pemerintah-pemerint ah daerah.

Mengenai strategi IWRM, jender dan anti-korupsi
Rencana pemukiman tidak memiliki strategi jender yang jelas vis-avis kebijakan Jender ADB. Dokumen itu gagal untuk melihat mekanisme yang mewajibkan setiap pimpinan proyek dan penasehat proyek untuk melihat komponen penting dari isu jender dan pembangunan. Jika proyek ini terus berlangsung tanpa penilaian yang dalam atas kebutuhan yang berbeda dan dampak dari proyek terhadap perempuan, kebijakan jender ADB dan IPSA (Penilaian awal sosial dan kemiskinan), ini berarti ketimbang mempromosikan keberlanjutan, proyek ini malah akan memiskinkan perempuan yang hidup di sepanjang kanal tersebut.
Kerangka Anti-korupsi dan bagaimana ia akan diterapkan tidak jelas. Tawarannya tidak mencakup mekanisme yang jelas untuk mencegah dan memerangi praktik-praktik korupsi di tingkat lokal maupun nasional.

Tidak ada bukti empiris yang memaparkan keberhasilan apapun dari proyek-proyek IWRM di Indonesia maupun di Asia Tenggara. Dengan kondisi ini, tampaknya strategi yang diterapkan dalam proyek ini sungguh tidak mempertimbangkan persoalan biaya transaksi dari pengalokasian yang tidak inklusif kepada para pihak yang berbeda di hulu dan hilir (mengingat adanya pembagian kekuasaan dan kompetisi pengklaiman terhadap sumber air dan alokasinya) didalam manajemen proyek dan pembuatan keputusan. Di Indonesia, telah ada beberapa kontroversi yang terkait dengan pembuatan Dewan Daerah Aliran Sungai yang mandatnya lintas batas kabupaten dan propinsi, karena beberapa pemerintahan local menolak otoritasnya dalam manajemen sungai (contohnya untuk mengenakan dan mengumpulkan biaya dari pengguna air) didelegasikan ke Dewan Daerah Aliran Sungai karena akan mempengaruhi pendapatan daerah mereka. ICWRMIP tidak memiliki strategi yang jelas tentang bagaimana menyelesaikan persoalan atau konflik vertikal maupun horisontal terkait dengan manajemen sungai Citarum.
Rehabilitasi Tarum Kanal Barat gagal memahami persoalan yang kompleks dari berkurangnya akses petani-petani terhadap air di Citarum untuk keperluan irigasi di lahan pertanian mereka hanya karena meningkatnya alokasi air kepada konsumsi air minum maupun untuk keperluan industri.

Kesimpulan
Rancangan Rencana Penggusuran dari fase pertama proyek ini memiliki banyak kesalahan. Rancangan tersebut tidak memiliki mekanisme yang tepat dan jelas yang pasti bagi pihak yang melakukan komplain melalui Kebijakan Pengaman- Penggusuran ADB (Involuntary Resettlement Policy ADB) di tahap formulasi maupun implementasi proyek. Ketidakadanya strategi yang eksplisit, dapat diverifikasi, dapat dimonitor, maupun strategi jender, anti korupsi, maupun IWRM menyebabkan potensi resiko yang serius terhadap percikan-percikan konflik horisontal dan vertikal di area proyek. Rancangan Rencana Penggusuran dan aktifitas persiapan perlindungan (safeguard) di project 1 memiliki indikasi kuat akan jaminan bahwa orang terkena dampak tidak akan dijamin keberlangsungan hidupnya. Resiko akan proses pemiskinan lebih jauh juga menjadi meningkat dengan dilaksanakannya proyek ini. Ditambah lagi, hal yang paling kritis dan penting bagi keberlanjutan penyediaan air dan alokasi air yang adalah ‘rehabilitasi’ hulu Citarum dan perencanaan yang terintegrasi serta pengambilan keputusan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan serta komunitas yang ada di hulu dan hilir, bukan rehabilitasi Tarum Kanal Barat.

Tuntutan Kami
Karena ICWRMIP tidak cukup mendapat dukungan dari masyarakat dan pemangku kepentingan, dan mengingat resiko politik serta pemiskinan yang tinggi, Dewan Direktur ADB harus sungguh-sungguh mempertimbangkan untuk menarik investasinya di MFF-ICWRMIP kecuali dilakukan penilaian-ulang yang signifikan, bermakna, kuat dan meluas terhadap seluruh rencana program. Jika Dewan tetap melakukan persetujuannya tanpa melakukan penilaian-ulang, ini membuktikan bahwa Dewan menyetujui program yang jelas melanggar kebijakan perlindungan ADB dan kebijakan lainnya serta prosedur-prosedur operasional lainnya.

Kami menuntut agar Dewan Direktur ADB harus segera menunda persetujuan MFF-ICWRMIP dan Fase 1 proyek pada 4 Desember, 2008 sampai terjadinya perbaikan-perbaikan yang signifikan dari proyek yang tunduk pada kebijakan ADB sendiri, dan praktik-praktik terbaik berdasarkan standar internasional. Dokumen-dokumen penting yang dihasilkan proyek ini harus terbuka untuk publik, dan menjadi subyek untuk dikonsultasikan ke para pemangku kepentingan, dan kepada masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung terkena dampak.

Tugas utama sekarang bukanlah tentang penyuntikan dana tetapi meneguhkan agar terjadinya tata pemerintahan sumber-sumber daya sungai citarum yang layak. Kami meyakini bahwa rencana program ini akan berujung pada buruknya hutang (bad debt), yang membebankan rakyat Indonesia dengan pinjaman yang tidak menjamin akses berkesinambungan terhadap sungai Citarum. ICWRMIP adalah inisiatif yang didisain oleh para teknokrat yang dapat menghambat inisiatif pemerintah daerah dan masyarakat dalam mengelola sumber daya publik mereka.


Jakarta, 2 Desember

Penandatangan Petisi:

Signatories (Name/Organization - Country)
1. Diana Gultom, debtWATCH Indonesia– Indonesia
2. Arimbi Heroepoetri, Environmental Law Alliance Worldwide (ELAW Indonesia ) – Indonesia
3. Hamong Santono, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA) – Indonesia
4. Dadang Sudardja, Aliansi Rakyat untuk Citarum (ARUM) – Indonesia
5. Novita Merdriana Tantri, Perkumpulan Boemi-Indonesia
6. Jefry Rohman, Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK), Bandung-Indonesia
7. Koalisi Ornop Jawa Barat, Indonesia
8. Ogie, WALHI Jawa Barat , Indonesia
9. Siti Fatimah, Bandung Institute of Governance Studies (BIGS)- Indonesia
10. Huyogo Gabriel Yohanes Simbolon, Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia , West Java , Indonesia
11. Amrullah, elKAIL, Bekasi-Indonesia
12. Berry Nahdian Forqan, WALHI Eksekutif Nasional/ Friends of the Earth Indonesia , Indonesia
13. Syamsul Ardiansyah, INDIES, Jakarta-Indonesia
14. Andiko, Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum berbasis Masyarakat dan Ekologis (HUMA), Jakarta, Indonesia
15. Farah Sofa, Ketua Badan Pengurus INFID, Indonesia
16. Fabby Tumiwa, Institute for Essential Service Reform (IESR) - Indonesia
17. Chris Wangkay, Gerakan Aliansi Rakyat untuk Penghapusan Utang (GARPU) – Indonesia
18. Jimmy Pandjaitan, Konservasi Alam dan Lingkungan Hidup (KALI), Sumatra Utara – Indonesia
19. Adzkar Ahsinin, Yayasan Pemantau Hak Anak(YPHA) – Indonesia
20. Chabibullah, Serikat Tani Merdeka (SETAM), Yogyakarta-Indonesi a
21. Imam Cahyono, Perkumpulan Prakarsa , Indonesia
22. Abetnego Tarigan, Sawit Watch-Indonesia
23. Beka Ulung Hapsara, Perguruan Rakyat Merdeka (PRM)-Indonesia
24. Dede K, Kabut Riau-Indonesia
25. Estu Fanani, LBH Apik Jakarta-Indonesia
26. M. Teguh Surya, WALHI Eksekutif Nasional-Indonesia
27. Wawan Suwandi, KOAGE-Indonesia
28. Mohammad Djauhari, KpSHK, Bogor-Indonesia
29. Shaban Setiawan, WALHI-Kalimantan Barat-Indonesia
30. Ari Sunarijati, Bupera, FSPSI Reformasi-Indonesia
31. Tubagus Haryo Karbyanto, FAKTA-Indonesia
32. Ahmad Zazali, Scale Up-Indonesia
33. Sulaiman Zuhdi Manik, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Aceh-Indonesia
34. Muhamad Usman, Yayasan Sanak-Jambi- Indonesia
35. Ika Kartika Dewi, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Jakarta-Indonesia
36. Athoillah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Surabaya-Indonesia
37. Feri Irawan, Dewan Nasional WALHI-Indonesia
38. Yohanna T. Wardhani, LBH Apik Jakarta, Jakarta-Indonesia
39. Siti Maemunah, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)-Indonesia
40. Sarah Lery Mboeik, PIAR-Indonesia
41. Dewi Rana Rasyidi, Lingkar Belajar untuk Perempuan, Palu-Indonesia
42. Masruchah, Sekretariat Nasional Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)-Indonesia
43. Kencana, KePPak Perempuan-Indonesia
44. Dahniar, Perkumpulan Bantaya, Palu-Indonesia
45. Ahmad Syarifudin, Environmental Task Force-Indonesia
46. Irfan, Yayasan Kapeta-Indonesia
47. Roman Ndau Lendong, Inspra, Flores , NTT-Indonesia
48. Caroline Pintauli, Bina Insani, Sumatera Utara-Indonesia
49. Ema, Institute of Community Justice, Makasar-Indonesia
50. Supartono, KIKIS-Indonesia
51. Mohamad Hamdin, Yayasan Tanah Merdeka, Palu-Indonesia
52. Marthen Salu, Lembaga Advokasi Hukum dan HAM, Atambua-Indonesia
53. Nur Hidayati, CSF-Indonesia
54. Hanni Adiati, CSF- Indonesia
55. Max Binur, Belantara Papua, Sorong-Indonesia
56. Azas Tigor Nainggolan, FAKTA-Indonesia
57. Mamiek, Lembayung Institute, Jakarta-Indonesia
58. Tri Chandra Aprianto, Fakultas Sastra, Universitas Jember-Indonesia
59. Egi Neobeni, Yayasan Kiper-HAM, Flores-Indonesia
60. Nedhy Priscilla, YKMF, Flores, Indonesia
61. Yayasan Kebudayaan Masyarakat Adat (Yakema) Maumere-Indonesia
62. Chalid Muhammad, Institut Hijau Indonesia-Indonesia
63. Alfina Mustafainah, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sulawesi Selatan-Indonesia
64. Midaria Novawanty, KIARA-Indonesia
65. Dwi Astuti, Bina Desa, Indonesia
66. Risma Umar, Solidaritas Perempuan-Indonesia
67. Titi Suntoro, NADI-Indonesia
68. Indri, Semarak Cerlang Nusa (SCN)-Indonesia
69. Saifuddin Gani, SH, SBSS&Partners Lawfirm, Banda Aceh-Indonesia
70. Koesnadi Wirasapoetra, Sarekat Hijau-Indonesia
71. Khalisah Khalid, Sarekat Hijau Indonesia
72. Rian, Setara, Jambi , Indonesia
73. Nila Ardhianie, AMRTA Institute, Indonesia
74. Bowo Usodo, Jaringan Radio Komunitas-Indonesia
75. Adi Rusprianto, Serikat Buruh Indonesia
76. John Pluto Sinulingga, Bina Desa Sadajiwa, Meulaboh, Aceh Barat-Indonesia
77. Budiman Maliki, LPMS, Poso-Indonesia
78. Gustav Dupe, Perhimpunan Pelayanan Penjara
79. Yayasan Pendidikan dan Swadaya Indonesia
80. Forum Komunikasi Kristiani, Jakarta, Indonesia
81. AD Eridani, Yayasan Rahima, Indonesia
82. Eri Andriani, Forum Refleksi Emansipasi Jember, Indonesia
83. Didi Novrian, SAINS (Sajogyo Institute), Bogor , Jawa Barat , Indonesia
84. Budi Laksana, Kelompok Nelayan Cirebon , Jawa Barat , Indonesia
85. Gunawan, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice-Indonesia
86. Ella Uran, Yayasan Komodo Indonesia Lestari (YAKINES), Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur- Indonesia
87. Ferdy M. Manu, Yayasan Komodo Indonesia Lestari (YAKINES), Nusa Tenggara Timur- Indonesia
88. Dian Pratiwi P, Kediri Bersama Rakyat (KIBAR), Jawa Timur , Indonesia
89. Baya, SETARA, Jambi- Indonesia
90. Wahyu, Serikat Petani Indonesia (SPI), Indonesia
91. Wildasari, Koalisi Anti Utang (KAU), Indonesia
92. John Erryson, Forum Tanah Air , Indonesia
93. Sutrisno, Serikat Buruh Indonesia- Indonesia
94. Erpan Faryadi, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Indonesia
95. Widji Sri Rahayu, Solidaritas Perempuan Jabodetabek- Indonesia
96. Ridwan Darmawan, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice-Indonesia
97. Idham Arsyad, Konsorsium Pembaruan Agraria, Indonesia
98. Rahma, LBH Semarang, Indonesia
99. Yeni Roslaini Izi, Women’s Crisis Centre, Palembang, South Sumatera, Indonesia
100. Musri Nauli, Yayasan Keadilan Rakyat, Jambi, Indonesia
101. Lusia Palulungan, LBH APIK Makassar, South Sulawesi- Indonesia
102. Rena Herdiyani, Kalyanamitra, Jakarta-Indonesia
103. Adnan Balfaz, Komisi Orang Miskin Indonesia untuk Keadilan (KOMIK)- Indonesia
104. Azmar Exwar, Jurnal Celebes, Makassar-Indonesia
105. Herdianto, Bohotokong Generasi Muda-X-Onderneming, Central Sulawesi, Indonesia
106. Sugeng, Himpunan Petani Organik Banyumas (HIPORMAS), Central Java, Indonesia
107. Rukiyah, SPN-SU (Serikat Perempuan Nelayan Sumatera Utara), North Sumatera- Indonesia
108. Ali Azhar Akbar, ELAW Indonesia- Indonesia
109. Firman, Jaringan Kerja Bumi, Makassar- Indonesia
110. Gustaf George, Pro Era Media Suara Komunitas Agraris (PERETAS), Central Sulawesi, Indonesia
111. Ismar Indarsyah, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Indonesia
112. Dani Setiawan, Koalisi Anti Utang, Indonesia
113. Tasnim Yusuf, YSIK-Indonesia
114. Datuk Usman Gumanti, Aliansi Komunitas Adat, Jambi- Indonesia
115. Hariansyah Usman, Jikalahari, Riau- Indonesia
116. Zohra Andi Baso, Forum Pemerhati Masalah Perempuan, South Sulawesi- Indonesia
117. Yayasan Lembaga Konsumen, Sulsel-Indonesia
118. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)- Indonesia
119. Abdul Gofur, GAPPRI, Indonesia
120. Sudarno, Perserikat Rakyat, Jakarta-Indonesia
121. Serikat Nelayan Merdeka (SNM), Sumatera Utara- Indonesia
122. Serikat Buruh Kebun (SERBUK), Serdang Bedagai, Sumut- Indonesia
123. Isal Wardhana, WALHI Kalimantan Timur- Indonesia
124. Beauty Erawati, LBH APIK NTB- Indonesia
125. INNA, Jaringan Indonesia Timur , Indonesia
126. Ismar Indarsyah, LMND, Indonesia
127. Ari, FISIP USU, Sumatera Utara, Indonesia
128. Sri Murtopo, Front Perjuangan Pemuda Indonesia, Indonesia
129. Iswan Kaputra, BITRA Indonesia- Indonesia
130. Himpunan Mahasiswa Islam KOM FISIP Universitas Sumatera Utara- Indonesia
131. Syafrudin Ali, Front Perjuangan Rakyat Miskin, Indonesia
132. Agus Arifin, Solidaritas Buruh Sumatera Utara, Indonesia
133. Shabri Abdul Rahman, Komite Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Universitas Sumatera Utara, Indonesia
134. Anto, Serikat Buruh Carrefour Medan (SBCM-SBSU), Sumatera Utara, Indonesia
135. Abdul Sani, SBCM-SBSU, Indonesia
136. Bambang, SBCM-SBSU, Indonesia
137. Boy Dirgantara, SBCM-SBSU, Indonesia
138. M. Fadli Siregar, Ketua SBCM-SBSU, Indonesia
139. Ganda, Ketua SBCM-SBSU, Indonesia
140. Winston Rondo, Perkumpulan Relawan CIS Timor, Indonesia
141. Rahwanto, Himpunan Mahasiswa Islam UMSU, Sumatera Utara , Indonesia
142. Maharani Caroline, LBH Menado, North Sulawesi, Indonesia
143. Desmiwati, Manager Region Jawa Kalimantan WALHI Eksekutif Nasional, Indonesia
144. Desiana, PP PMKRI, Indonesia
145. Baginda, Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-SUMUT) , Indonesia
146. Johny Setiawan Mundung, WALHI Riau , Indonesia
147. JAPESDA (Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam), Indonesia
148. HIMBUNGA (Kelompok Kerja untuk Perdamaian), Indonesia
149. Ulfah Mutiah Hizma, Yayasan Rahima, Indonesia
150. Ririn Sefsani, Commitment Democratic Governance and Social Justice, Solo, Indonesia
151. Dwi Ayu Kartikasari, Komunitas Anti Globalisasi Ekonomi, Indonesia
152. Mulyadi, SARI, Solo-Indonesia

International
153. Chad Dobson, Bank Information Center (BIC), USA
154. NGO Forum on ADB, Manila
155. Milo Tanchuling, Freedom from Debt Coalition , Philippines
156. Prabin Man Singh, Collective Initiative for Research and Action (CIRA), Nepal
157. Zakir Kibria, BanglaPraxis ( Bangladesh )
158. Janaka, Green Movement of Srilanka, Srilanka
159. Charles Santiago, Monitoring Sustainability of Globalization- MSN , Malaysia
160. Vimalbhai, Matu Peoples’ Organization, India
161. Wilfred Dcosta, Indian Social Action Forum - INSAF, India
162. Souparna Lahiri, National Forum of Forest People & Forest Workers, India
163. Water & Energy Users' Federation-Nepal (WAFED), Nepal
164. Himalayan & Peninsular Hydro-Ecological Network - HYPHEN
165. Nepal Policy Institute – NPI, Nepal
166. Ekoloji Kolektifi Türkiye
167. Gaye Yilmaz, Platform "No to commercialization of water", Turkey
168. Acacia Rose, Alpine Riverkeepers Australia, Australia
169. Sarah Siddiqi, Citizens' Alliance in Reforms for Equitable and Efficient Development, Pakistan

Akademisi
170. Benny D Setianto, Post Graduate Program on Environment and Urban Studies Soegijapranata Catholic University-Indonesi a
171. Tri Chandra Aprianto, Fakultas Sastra, Universitas Jember-Indonesia
172. Wijanto Hadipuro, Post Graduate Program on Environment and Urban Studies Soegijapranata Catholic University- Indonesia
173. Hotmauli Sidabalok, Post Graduate Program on Environment and Urban Studies Soegijapranata Chatolic University-Indonesi a

Individu
Yulia Siswaningsih, Jakarta, Indonesia
Adhi Prasetyo, Jakarta, Indonesia
Anik Wusari, Jakarta, Indonesia
Tandiono Bawor Purbaya, Jakarta, Indonesia
Siti Aminah, Jakarta, Indonesia
Syafruddin K., Donggala
Boedhi Widjarjo, Jakarta Indonesia
I Wayan Suwardana
Dete Aliyah, Jakarta, Indonesia
Hedar Laudjeng, Palu, Indonesia
BJD. Gayatri, Jakarta, Indonesia
Bambang Budiono, Jawa Barat, Indonesia
Ratna Yunita, Jakarta, Indonesia
Latief Madafaku, Dompu, Indonesia
Husnaeni Nugroho, Indonesia
Jevelina Punuh, Indonesia

Tidak ada komentar: